Jumat, 23 September 2011

PTK dan Model Pembelajaran

             Dunia pendidikan pada masa sekarang erat kaitannya dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Bukan hanya karena guru-guru dianjurkan untuk membuat PTK sebagai syarat kenaikan golongan saja, namun melalui PTK pemerintah berupaya untuk meningkatkan kreativitas guru dalam pengajaran. PTK juga dapat melatih dan meningkatkan kemampuan guru untuk menulis karya tulis ilmiah. Apakah sebenarnya PTK itu dan mengapa harus dilakukan PTK serta apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan PTK? Semua pertanyaan tersebut merupakan dasar dari penelitian tindakan kelas. PTK merupakan sebuah penelitan, sama seperti penelitian-penelitian yang lainnya. Hanya saja untuk penelitian tindakan kelas obyeknya adalah siswa. Siswa tersebut dilakukan penelitian dengan menerapkan metode pengajaran yang telah dirancang dan dianggap sesuai dengan karakteristik materi sehingga dengan penerapan metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dan meningkat pula prestasi belajarnya. Itulah perbedaan yang paling mendasar antara penelitian tindakan kelas dengan beberapa penelitian yang lain. PTK dinilai lebih mengena dilapangan dibandingan penelitian yang lain yang dirasa hanya sebagai kajian theorities saja.

            Setiap penelitian tentunya berawal dari suatu permasalahan. Permasalahan yang diangkat dalam PTK biasanya mengenai penerapan metode yang lebih inovatif dari pada penerapan metode” tradisional” yang tidak membangkitkan keaktifan siswa sama sekali. Itulah sebabnya PTK selalu berkaitan erat dengan metode pengajaran dan perencanaan pengajaran. Didalam merumusakan  PTK, peneliti mendesain perencanaan pengajaran dengan sebaik mungkin dengan tujuan supaya dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran secara aktif. Hakikat dari pengajaran sebenarnya adalah keaktifan siswa, bukan karena sang guru selalu berceramah ”menjejalkan” materi kepada siswa. Kebanyakan metode yang ”tradisional” hanya mengandalkan guru sebagai ujung tombak pengajaran. Hal ini menyebabkan materi yang diserap siswa hanya bersifat hafalan saja, mereka tidak meresapi secara mendalam materi yang diajarkan. Sehingga dapat dipastikan setelah penilaian atau pengajaran selesai, pemahaman siswa tersebut akan perlahan hilang karena hanya sebatas ingatan saja. Dengan PTK guru berusaha merancang pengajaran dengan menerapkan metode yang lebih inovatif. Metode tersebut berbeda dengan metode ”tradisional” karena metode ini melatih siswa untuk berkembang. Siswa memperoleh pemahaman dari dirinya sendiri dan terdapat proses berpikir disitu. Hal inilah yang membuat siswa berkembang dan disini guru hanya sebagai fasilitator yang mengawal jalannya pengajaran.
           
            Baskoro Adi Prayitno dalam artikelnya membahas mengenai pengertian, alur, prinsip, tujuan dan manfaat PTK. Dari artikel ini dapat kita ambil banyak sekali pengetahuan sebagai dasar pelaksanaan PTK.
A.    PENGERTIAN PTK
            Konsep penelitian tindakan bermula dari pandangan seorang ahli psikologi sosial yang bermana Kurt Lewin (1946). Lewin menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah usainya perang dunia ke dua dalam usaha menyelesaikan berbagai masalah sosial. Lewin pada saat itu mengemukakan dua ide pokok penelitian tindakan yaitu; (1) keputusan bersama, dan (2) komitment untuk meningkatkan dan memperbaiki prestasi kerja. Kedua ide pokok tersebut sekarang menjadi karakteristik dasar penelitian tindakan yang menegaskan perlunya usaha kolaboratif atau usaha secara bersama-sama dalam meningkat mutu prestasi kerja.
           
            Pada tahun 1953, ide Lewin dikembangkan oleh Stephen Corey di New York sebagai pendekatan penelitian yang diselenggarakan oleh guru-guru sekolah. Pada Tahun 1976 Jhon Elliot menggunakan pendekatan ini untuk membantu guru mengembangkan usaha inkuiri dalam pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas yang kemudian dikenal dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
           
            Banyak ahli memberikan definisi tentang penelitian tindakan kelas (PTK) berikut ini akan disajikan beberapa definisi PTK yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, (1) Standford (1970) mendefinisikan penelitian tindakan adalah ‘analysis, fact finding, conceptualization, planing, execution, more fact finding or evaluation; and then repetition of this whole circle of activities; indeed, a spiral of such circles, (2) Tim proyek PGSM (1999) mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantaban rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan, (3) Mukhlis, Abdul dan Nur, Mohamad (2001) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis dan siklustis, (4) Kemis, Stephen dalam D. Hopkins (1992) mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah ‘action research is a form of self reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation inorder to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational pratices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out’ (penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktek-praktek sosial atau kependidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktek-praktek tersebut, (c) situasi di tempat praktek itu dilaksanakan) Mills (2003) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai berikut; ‘Any systematic inquiry conducted by teacher researchers ... to gather information about how their particular schools operate, how they teach, and how well their students learn’. (5) Rapoport (1991) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai berikut; ‘Action research aims to contribute both to the practical concerns of people in an immediate problematic situation and to the goals of social science (including education) by joint collaboration within a mutually acceptable ethical framework.
           
            Bila digabungkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka diperoleh batasan penelitian tindakan kelas sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang (bersiklus) dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaiakan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi. Proses daur ulang (siklus) kegiatan dalam penelitian tindakan divisualisasikan pada Gambar: 

            Dari gambar di atas terlihat dengan jelas daur ulang aktivitas dalam penelitian tindakan diawali dengan perencanaan tindakan (planing)¸ penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan (observation dan evaluation), dan melakukan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai.

B.     PRINSIP-PRINSIP PTK
            Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas.
           
            Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, guru memilki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih tidak/kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari alternatif lain. Dosen dan guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya dalam mengupayakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip pertama ini berimplikasi pada sifat penelitian tindakan sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara siklustis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau ‘kesembuhan’ sistem, proses, hasil, dan sebagainya.
           
            Prinsip kedua bahwa meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras dengan pelaksanaan pembelajaran, yaitu: persiapan (planning), pelaksanaan pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation), evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari proses dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini menginsyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematik dan terkendali menurut kaidah ilmiah.
           
            Prinsip ketiga bahwa kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis data. Obyektivitas, reliabilitas, dan validitas proses, data, dan hasil tetap dipertahankan selama penelitian berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersyaratkan bahwa dalam menyelenggarakan penelitian tindakan agar tetap menggunakan kaidah-kaidah ilmiah.
           
            Prinsip keempat bahwa masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran. Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang sesungguhnya. Bila pendiagnosisan masalah berdasar pada kajian akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah melanggar prinsip ke-otentikan. Jadi masalah harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang dibayangkan akan terjadi secara akademik.
           
            Prinsip kelima bahwa konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam (motivasi intrinsik), bukan sesuatu yang bersifat instrumental.
           
            Prinsip keenam adalah cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya: tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan.
C.    TUJUAN DAN MANFAAT PTK
            Apakah tujuan kita melakukan penelitian tindakan kelas? Sebagaimana sudah dijelaskan pada paparan sebelumnya, jawaban yang paling mudah terhadap pertanyaan tesebut adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan (improvement) atau peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan/berkesinambungan. Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama dilaksanakan penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan, kata perbaikan disini harus dimaknai dalam konteks pembelajaran khususnya dan implementasi program pada umumnya
           
            Jika tujuan utama penelitian tindakan kelas, untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah ‘bagaiamana tujuan tersebut itu dapat tercapai?’ tujuan itu dapat tercapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis keadaan, kemudian mencobakan berbagai tindakan alaternatif secara sistematis guna memecahkan permasalahan tersebut, dengan kata lain, dilakukan perencanaan tindakan alterfnataif oleh guru, kemudian dicobakan, dan dievaluasi efektifitasnya dalam memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh guru. Daur tindakan inilah yang digambarkan dalam gambar 1 sebelumnya. Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam konteks pembelajaran dapat terwujud akibat adanya PTK, dampak penyerta yang dapat dicapai sekaligus oleh kegiatan penelitian ini adalah tumbuhnya budaya dan produktivitas meneliti di kalangan praktisi pendidikan (guru).
           
            Dengan demikian akibat logis dari uraian di atas maka banyak manfaat yang dapat dipetik, diantaranya yaitu (1) guru semakin diberdayakan (empowered) untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri, dengan kata lain prakarsa untuk melakukan ‘revolosi inovasi’ dalam pendidikan hanya akan berhasil jika dimulai dari ‘ujung tombak’ pelaksana di lapangan. (2) guru memiliki keberanian mencobakan hal-hal baru yang diduga dapat membawa perbaikan dalam kegiatan pembelajaranya di dalam kelas, keberanian ini berdampak pada munculnya rasa percaya diri dan kemandirian guru dalam memecahkan permasalahan pembelajaranya di dalam kelas. (3) Guru tidak lagi puas dengan rutinitas monoton (complacent), melainkan terpacu untuk selalu berbuat lebih baik dari sekarang yang telah diraihnya sehingga terbuka peluang untuk peningkatan kinerja secara berkesinambingan (continue).
           
            Secara ringkas, inovasi pembelajaran yang bersifat bottom up (tumbuh dari bawah) dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan yang dilakukan dari ata (top down). Hal ini karena pendekatan inovasi pembelajaran yang bersifat top down tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan permasalahan pembelajaran yang tengah dihadapinya di dalam kelas.

            Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto (72:2009) menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang penting serta perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PTK:
1.      PTK merupakan penelitian yang mengikut sertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan.
2.      Kegiatan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evalusi) dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional(menggunakan konsep teori) yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi.
3.      Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran dilakukan dengan segera dan dilakukan secara praktis(dapat dilakukan dalam praktik pembelajaran)
          
           Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      PTK tidak boleh mengganggu tugas proses pembelajaran dan tugas mengajar guru.
2.      PTK tidak boleh terlalu banyak menghabiskan waktu, karena itu PTK harus sudah dirancang dan dipersiapkan dengan rinci dan matang.
3.      Pelaksanaan tindakan hendaknya konsisten dengan rancangan yang telah dibuat.
4.      Masalah yang dikaji harus merupakan masalah yang benar-benar ada dan dihadapi oleh guru.
5.      Pelaksanaan PTK harus selalu dengan mengikuti etike kerja yang berlaku (memperoleh izin dari kepala sekolah, membuat laporan, dll)
6.      Harus selalu menjadi fokus bahwa PTK bertujuan untuk menjadikan adanya perubahan atau peningkatan mutu proses dan hasil belajar, melalui serangkaian bentuk tindakan pembelajaran. Oleh karena itu, adanya kemauan dan kemampuan untuk berubah menjadi sangat penting.
7.      PTK dimaksudkan pula untuk membelajarkan guru agar meningkat dalam kemauan dan kemampuan berpikir kritis dan sistematis.
8.      PTK juga bertujuan untuk lebih membiasakan atau membelajarkan guru untuk menulis, membuat catatan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya.
9.      PTK hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas dan tajam.

            Masnur Muslich (18:2009) mengemukakan bahwa rumusan fokus masalah yang mungkin diterapkan guru dapat berupa rumusan sebagai berikut :
1.      Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?
2.      Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi tertentu?
3.      Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?
4.      Bagaimana mengajak siswa agar dikelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)
5.      Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar?
6.      Bagaimana mengelola kelas yang dapat meningkatkan antusiasme siswa dalam belajar?
7.      Media belajar apa yang dapat mempercepat ketrampilan anak pada materi pembelajaran tertentu?
8.      Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?

            Ketika anda mengembangkan fokus masalah yang anda rasakan dalam pembelajaran, anda juga telah mendiagnosis penyebab masalah dan alternatif pemecahannya. Ini berarti secara tidak langsung anda sudah membayangkan tindakan-tindakan apa yang akan anda lakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

            Terkait dengan perencanaan alternatif tindakan ini pada dasarnya tidak berbeda dengan penyusunan tindakan pembelajaran dalam RPP. Oleh karena itu, apabila anda sudah terbiasa menyusun skenario pembelajaran dalam RPP, dipastikan anda dapat merencanakan alternatif tindakan yang akan anda lakukan dalam PTK. Itulah sebabnya kenapa PTK dikatakan selalu berhubungan dengan perencanaan pengajaran. Hamzah B Uno (23:2009) menyebutkan berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisir pengajaran. Satu diantara model itu adalah model Dick and Carrey (1985) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran.
2.      Melaksanakan analisis pengajaran.
3.      Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakter siswa.
4.      Merumuskan tujuan performansi.
5.      Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan.
6.      Mengembangkan strategi pengajaran.
7.      Mengembangkan dan memilih materi pengajaran.
8.      Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
9.      Merevisi bahan pembelajaran.
10.  Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

            Selanjutnya menurut mager dalam Hamzah B Uno (40:2009) tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup 3 elemen utama:
1.      Menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang sebaiknya dikuasai pada akhir pelajaran.
2.      Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut.
3.      Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.

            Berdasarkan pada uraian dan elemen tersebut maka tujuan pembelajaran sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD format, artinya:
A= Audience (petatar, siswa, mahasiswa dan sasaran didik lainnya)
B= Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar)
C= Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai)
D= Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)

            Hal yang tidak kalah penting dalam tahap perencanaan skenario dan model pembelajaran adalah pemilihan strategi pembelajaran.  Strategi dapat diartikan sebagai rencana. Strategi pembelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamzah B uno (9:2009) menyebutkan bahwa pemilihan strategi pembelajaran hendaknya ditentukan berdasarkan kriteria berikut:
1.      Orientasi strategi pada tugas pembelajaran.
2.      Relevan dengan isi/materi.
3.      Metode/teknik yang digunakan difokuskan pada tujuan yang ingin dicapai.
4.      Media belajar yang digunakan dapat merangsang indra peserta didik secara simultan.

Daftar Pustaka:
Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Baskoro Adi Prayitno. Artikel Blog
B Uno, Hamzah. 2009. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
_____________. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara