Jumat, 27 Desember 2013

Belajar Wirausaha di Sekolah

            Jumlah ideal wirausahawan dalam sebuah negara minimal 2% dari jumlah penduduk negara tersebut, sedangkan untuk negara Indonesia saat ini masih 0,24% dari jumlah penduduk yang berjumlah 237,64 juta orang (SM 3/12). Angka tersebut apabila kita cermati lebih mendalam akan memunculkan pertanyaan mengapa begitu sulit untuk meningkatkan angka tersebut.
            Orang yang menggeluti dunia wirausaha terkenal sebagai pribadi yang tekun, ulet dan kreatif memunculkan ide-ide yang bernilai jual. Dengan identitas tersebut lantas apakah masyarakat Indonesia bukan tipe orang yang berkarakter seperti demikian? Saya rasa hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berani terjun ke dunia wirausaha, mulai dari ketersediaan modal hingga mental atau mindset yang tertanam dibenak setiap orang.
            Pada perkembangannya saat ini kita dapat melihat bahwa wirausaha semakin mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengajak masyarakat Indonesia tidak hanya pasif sebagai pencari kerja, tetapi diharapkan justru mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga angka pengangguran akan semakin berkurang, masyarakat menjadi lebih produktif tanpa harus tergantung dengan perusahaan yang hanya membutuhkan beberapa pegawai saja.
            Untuk mengurai permasalahan ini saya melihat perhatian pemerintah saat ini telah sampai pada bangku sekolah. Banyak sekolah bahkan kampus-kampus sekarang berani mendeklarasikan diri sebagai sekolah yang berwawasan kewirausahaan. Hal ini semakin menarik untuk kita cermati karena selain deklarasi tersebut, dalam mata pelajaran yang diterima siswa saat ini terdapat mata pelajaran kewirausahaan.
Sedini mungkin
            Usaha ini bukan merupakan sebuah usaha yang terkesan asal. Mengapa di bangku sekolah? Jika kita lihat maka tempat yang paling tepat untuk memperkenalkan dan membina masyarakat terkait hal kewirausahaan adalah sekolah. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan bukan hanya memberikan pengetahuan saja tetapi juga keterampilan. Selain itu usia anak sekolah dianggap sebagai usia yang produktif sehingga mereka perlu untuk mendapatkan bekal sebelum mereka terjun ke dunia kerja.
            Tujuan lain yang ingin dibidik adalah untuk memperkenalkan jiwa kewirausahaan kepada para siswa sedini mungkin. Hal ini mengingat bahwa jiwa kewirausahaan akan semakin tumbuh dan berkembang dalam pribadi seseorang membutuhkan proses. Dengan pengenalan dini ini diharapkan proses tersebut dapat berjalan dengan sempurna. Namun yang selanjutnya menjadi perhatian untuk kita semua adalah jangan sampai penumbuhan jiwa kewirausahaan yang sudah terintegrasi ke dalam mata pelajaran kewirausahaan berhenti sebatas pemberian ilmu di dalam kelas saja. Pada level ini kita membutuhkan guru yang cerdas untuk mengajarkan mata pelajaran wirausaha ini.
            Guru cerdas yang saya maksudkan di sini adalah guru yang penuh ide dan kreativitas yang tinggi terutama dalam hal untuk melakukan praktek nyata kewirausahaan dengan siswa. Hal ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik mata pelajaran kewirausahaan yang diajarkan. Jika mata pelajaran tersebut hanya sebatas mengkaji ilmu di ruang kelas saja, maka sangat tidak tepat karena mata pelajaran ini mempunyai karakteristik action. Melalui aksi nyata maka para siswa akan memperoleh keterampilan bagaimana caranya melihat peluang, memulai serta mengelola ide-ide bisnis mereka.
            Pada praktek di masing-masing level pendidikan hal ini dapat disesuaikan dengan jenjang yang ditangani. Sebagai contoh pada tingkat sekolah dasar, hal yang ingin ditanamkan adalah memperkenalkan kemampuan diri dalam mengkreasikan barang-barang di sekitar yang mampu bernilai ekonomis. Misalnya kerajinan tangan sederhana dan menggambar. Selanjutnya pada tingkat sekolah menengah hal yang ingin ditanamkan adalah bagaimana mereka agar berani melakukan kegiatan wirausaha. Misalnya menjual produk, kemudian meghitung laba yang mereka peroleh dan menjaga agar usaha yang mereka jalankan dapat bertahan atau justru mampu membidik usaha baru sesuai peluang yang muncul.
        Serangkaian kegiatan di atas mutlak membutuhkan guru yang kreatif. Guru yang mampu membangunkan jiwa kewirausahaan yang ada di dalam diri siswa. Perencanaan kegiatan wirausaha yang akan dijalankan tidak harus berupa kegiatan yang besar dan mendatangkan keuntungan yang besar. Justru dimulai dari kegiatan yang sederhana yang terpenting adalah rasa percaya diri dan pantang menyerah mampu tertanam di hati para siswa. Misalnya menjual kembali makanan ringan siap saji kepada para calon pelanggan. Tentunya para siswa harus mencari calon pelanggan yang sesuai dengan produk yang mereka miliki.
            Apabila mulai jenjang sekolah dasar, menengah hingga perguruan tinggi mampu mengemas pembelajaran kewirausahaan dengan baik, maka saya yakin proses yang berjalan panjang dan berkesinambungan akan semakin memantapkan pola pikir siswa menjadi seorang wirausahawan. Mari kita temukan kemasan tersebut demi bekal anak didik kita.

Senin, 02 Desember 2013

Pendidikan Karakter Dalam UAS



            Sesuai dengan kalender pendidikan, kegiatan belajar mengajar semester Gasal tahun pelajaran 2013/2014 akan berakhir pada bulan Desember. Hal tersebut ditandai dengan diselenggarakannya ujian akhir semester (UAS) gasal. Sejauh ini beberapa sekolah, khususnya yang berada di wilayah kota Semarang telah mempersiapkan segala keperluan terkait penyelenggaraan UAS di sekolah masing-masing.
            Setelah hampir satu semester para siswa berkutat dengan segala metode pembelajaran, maka bulan Desember nanti merupakan saat di mana mereka diuji kemampuannya. Bukan hanya diuji aspek pengetahuan saja, tetapi menurut saya UAS ini juga menguji sikap siswa. Sikap disini dapat kita artikan sebagai sebuah pengujian terhadap nilai-nilai karakter yang selama proses kegiatan belajar mengajar telah disisipkan oleh guru.
            Pengenalan dan penumbuhan nilai-nilai karakter ini dapat kita jumpai mulai dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun guru sampai dengan isi materi pelajaran yang akan diajarkan. Setidaknya minimal terdapat 18 nilai karakter yang hendak ditanamkan kepada para siswa. Saya mempunyai pandangan bahwa UAS gasal bulan Desember nanti dapat kita gunakan sebagai moment untuk semakin memperkuat pendidikan karakter siswa.
            Pandangan ini saya awali dari penanaman pendidikan karakter sebenarnya tidak hanya pada saat proses kegiatan belajar mengajar saja, tetapi hingga pada pelaksanaan UAS. Sehingga sampai pada tahap ini kita mempunyai pemahaman bahwa UAS memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemerkuat sekaligus menguji pendidikan karakter siswa.
Kalimat Pengingat
            Sejak pendidikan karakter mulai diterapkan, perlengkapan pembelajaran seperti RPP, buku pelajaran dan buku lembar kerja siswa ditambahkan kolom kandungan nilai karakter. Terkait dengan UAS kita juga dapat menuliskan sederet kalimat pengingat berupa kalimat motivasi atau kalimat penyemangat. Sebagai contoh “Berusaha keras adalah kemenangan yang hakiki. Yakinlah dengan kemampuan mu”. Hal ini termasuk dalam nilai karakter, pantang menyerah, percaya pada kemampuan diri sendiri dan jujur.
            Contoh kalimat sederhana di atas adalah sepenggal kalimat yang bermuatan pendidikan karakter yang dapat dituliskan pada lembar soal ujian dan ditempatkan paling bawah di halaman terakhir. Konsep seperti ini mengingatkan kita pada buku tulis yang disetiap akhir halamannya terdapat kalimat atau kata-kata mutiara. Jika hal tersebut dapat memacu siswa untuk menjadi lebih baik, kenapa tidak kita adopsi ke dunia pendidikan.
Saya rasa penulisan kalimat tersebut tidak akan memakan banyak tempat karena ditempatkan pada halaman terakhir dan paling bawah setelah soal terakhir. Selain itu biasanya saya melihat terdapat kalimat “Selamat mengerjakan, semoga sukses”, jika sama-sama menuliskan sebuah kalimat mengapa tidak kita coba kalimat motivasi yang mengandung nilai karakter seperti di awal tadi.
            Harapan yang ingin dicapai dari cara ini adalah untuk mengingatkan dan menumbuhkan kesadaran siswa bahwa ujian yang sedang mereka hadapi merupakan tahap akhir atas apa yang telah mereka jalani selama satu semester, sehingga kesungguhan adalah hal yang sangat menentukan dan sangat dihargai. Bukan hanya sekedar nilai akhir saja yang didapat, tetapi sebuah nilai proses yang terpenting.
            Semoga cara ini mampu direspon positif oleh dinas pendidikan maupun sekolah yang mengadakan penggandaan soal. Saya rasa hal ini layak kita coba sebagai salah satu upaya kita para pendidik secara kontinyu untuk membawa siswa sebagai pribadi yang berkarakter, sehingga harapan jauh ke depannya adalah siswa siap menghadapi ujian apapun termasuk ujian nasional.