Sabtu, 21 Juni 2014

Pendidikan Tak Hanya Milik Sekolahan*



            Saat peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei yang lalu, terdapat sedikit pertanyaan yang mengganjal di benak saya. Saya bertanya kepada diri sendiri sebenarnya apa makna dari kata pendidikan? Sejenak hal tersebut menjadikan saya berpikir karena rasa-rasanya peringatan hari pendidikan nasional hanya milik mereka yang lekat dengan dunia pendidikan, misalnya saja siswa, guru dan instansi pendidikan.
            Sekilas memang mereka yang dekat dengan praktik dunia pendidikan secara langsung. Namun dari pemahaman ini seakan saya menemukan adanya penyempitan makna. Hal ini tidak terlepas dari pandangan masyarakat kita yang hingga saat ini pendidikan dimaknai sebagai kegiatan yang berhubungan dengan sekolah. Sehingga secara singkatnya, jika seseorang sudah tidak lagi mengenyam bangku sekolah maka berakhir pula tugas pendidikannya.
            Untuk mengupas hal ini mari kita gunakan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. UU tersebut mengatur segala hal mengenai seluk beluk penyelenggaraan pendidikan. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
            Dalam pengertian tersebut jelas sekali kita tidak menemukan kata atau hal yang menyinggung tentang SD, SMP, SMA atau bahkan perguruan tinggi. Hal yang demikian itu disebut sebagai jenjang pendidikan, yaitu tahapan pendidikan yang yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Sehingga kurang tepat jika pendidikan hanya dihubungkan dengan sekolah.
            Yang saya tangkap dari pengertian di atas megenai hakikat pendidikan adalah pendidikan merupakan usaha penyiapan diri atas lingkungan yang selalu berkembang, dengan pendidikan kita dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat, dan pendidikan itu berlangsung seumur hidup. Inilah inti yang harus selalu diingat bersama, bahwa pendidikan itu tidak bergantung sampai dimana jenjang yang telah kita lalui dan pendidikan akan selalu berlangsung selama seseorang masih membutuhkan perkembangan dalam kehidupannya.
Pemaknaan Mendalam
            Pendidikan sejatinya mengajak kita untuk aktif mengembangkan diri. Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar. Proses dimana seseorang akan bertambah pengetahuan serta keterampilannya. Belajar ini juga tidak terdapat batasan, terutama batasan jenjang dan usia. Paulo Freire seorang pemikir pendidikan asal Brasil mengemukakan tujuan pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia.
            Jika kita telaah lebih mendalam, maka kita akan menemukan hubungan dengan penjelasan di awal bahwa pendidikan itu meningkatkan akan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. Sampai di sini saya kembali menemukan hal yang menurut saya unik, jika kita saksikan berita terhangat mengenai kekerasan dan perilaku menyimpang yang terjadi di dunia pendidikan, jelas ini bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Paulo Freire. Pendidikan itu mengangkat derajad manusia, bukan justru sebaliknya.
            Sudah saatnya kita untuk mengembalikan hakikat pendidikan Indonesia sesuai aslinya. Karena yang terjadi saat ini hanyalah pembanggaan atas jenjang yang telah dicapai, bukan kemampuan apa yang dimiliki dari hasil menempuh pendidikan. Para guru harus menyadari hal ini sehingga pemberian motivasi untuk selalu belajar kepada siswa dapat dilakukan secara kontinyu. Bukan hanya sekedar mengejar peringkat kelas, tetapi juga bagaimana menjadikan siswa untuk selalu menjadikan belajar sebagai kebutuhannya.
            Jangan lupa bahwa jalur pendidikan meliputi pendidikan formal, nonformal serta informal. Sehingga semakin jelas bahwa urusan pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga masyarakat, hingga pada satuan terkecil dan inti yaitu keluarga bertanggung jawab dalam pendidikan informal.
            Jelas sudah bahwa pendidikan bukan hanya milik mereka yang berkecimpung di sekolah, tetapi semua memiliki peran dalam memajukan pendidikan. Implikasi dari pemaknaan pendidikan secara menyeluruh ini adalah sebagai berikut: pertama bagi para siswa yang sebentar lagi lulus tetapi dari faktor keuangan tidak mencukupi untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, masih banyak jalur pendidikan yang dapat dipilih. Yang paling utama kita memiliki semangat belajar yang tinggi, sehingga dari mana pun sumbernya kita masih dapat menambah pengetahuan.
            Kedua, bagi para orang tua maka sudah seharusnya mereka memberikan perhatian dan bimbingan penuh kepada anak sebagai bentuk pendidikan informal. Ketiga, bagi para panitia MOS atau Ospek dalam tahun ajaran baru mendatang harus bisa memberikan program pengenalan kepada juniornya dengan baik, karena mereka datang dengan niat untuk belajar. Keempat, ketika longlife education telah benar-benar tertanam kuat pada generasi muda, maka pendidikan untuk peradaban Indonesia yang unggul seperti tema hardiknas 2014 akan dapat terwujud.

* Publikasi ulang dari koran Barometer edisi 24 Mei 2014.