Dunia pendidikan pada masa
sekarang erat kaitannya dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Bukan hanya
karena guru-guru dianjurkan untuk membuat PTK sebagai syarat kenaikan golongan
saja, namun melalui PTK pemerintah berupaya untuk meningkatkan kreativitas guru
dalam pengajaran. PTK juga dapat melatih dan meningkatkan kemampuan guru untuk
menulis karya tulis ilmiah. Apakah sebenarnya PTK itu dan mengapa harus
dilakukan PTK serta apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan PTK? Semua
pertanyaan tersebut merupakan dasar dari penelitian tindakan kelas. PTK
merupakan sebuah penelitan, sama seperti penelitian-penelitian yang lainnya.
Hanya saja untuk penelitian tindakan kelas obyeknya adalah siswa. Siswa
tersebut dilakukan penelitian dengan menerapkan metode pengajaran yang telah
dirancang dan dianggap sesuai dengan karakteristik materi sehingga dengan
penerapan metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dan
meningkat pula prestasi belajarnya. Itulah perbedaan yang paling mendasar
antara penelitian tindakan kelas dengan beberapa penelitian yang lain. PTK
dinilai lebih mengena dilapangan dibandingan penelitian yang lain yang dirasa
hanya sebagai kajian theorities saja.
Setiap penelitian tentunya berawal dari suatu
permasalahan. Permasalahan yang diangkat dalam PTK biasanya mengenai penerapan
metode yang lebih inovatif dari pada penerapan metode” tradisional” yang tidak
membangkitkan keaktifan siswa sama sekali. Itulah sebabnya PTK selalu berkaitan
erat dengan metode pengajaran dan perencanaan pengajaran. Didalam
merumusakan PTK, peneliti mendesain
perencanaan pengajaran dengan sebaik mungkin dengan tujuan supaya dapat
melibatkan siswa dalam pembelajaran secara aktif. Hakikat dari pengajaran
sebenarnya adalah keaktifan siswa, bukan karena sang guru selalu berceramah
”menjejalkan” materi kepada siswa. Kebanyakan metode yang ”tradisional” hanya
mengandalkan guru sebagai ujung tombak pengajaran. Hal ini menyebabkan materi
yang diserap siswa hanya bersifat hafalan saja, mereka tidak meresapi secara
mendalam materi yang diajarkan. Sehingga dapat dipastikan setelah penilaian
atau pengajaran selesai, pemahaman siswa tersebut akan perlahan hilang karena
hanya sebatas ingatan saja. Dengan PTK guru berusaha merancang pengajaran
dengan menerapkan metode yang lebih inovatif. Metode tersebut berbeda dengan
metode ”tradisional” karena metode ini melatih siswa untuk berkembang. Siswa
memperoleh pemahaman dari dirinya sendiri dan terdapat proses berpikir disitu.
Hal inilah yang membuat siswa berkembang dan disini guru hanya sebagai
fasilitator yang mengawal jalannya pengajaran.
Baskoro Adi Prayitno dalam artikelnya membahas mengenai
pengertian, alur, prinsip, tujuan dan manfaat PTK. Dari artikel ini dapat kita
ambil banyak sekali pengetahuan sebagai dasar pelaksanaan PTK.
A.
PENGERTIAN PTK
Konsep
penelitian tindakan bermula dari pandangan seorang ahli psikologi sosial yang
bermana Kurt Lewin (1946). Lewin menggunakan pendekatan penelitian tindakan
setelah usainya perang dunia ke dua dalam usaha menyelesaikan berbagai masalah
sosial. Lewin pada saat itu mengemukakan dua ide pokok penelitian tindakan
yaitu; (1) keputusan bersama, dan (2) komitment untuk meningkatkan dan
memperbaiki prestasi kerja. Kedua ide pokok tersebut sekarang menjadi
karakteristik dasar penelitian tindakan yang menegaskan perlunya usaha
kolaboratif atau usaha secara bersama-sama dalam meningkat mutu prestasi kerja.
Pada
tahun 1953, ide Lewin dikembangkan oleh Stephen Corey di New York sebagai
pendekatan penelitian yang diselenggarakan oleh guru-guru sekolah. Pada Tahun
1976 Jhon Elliot menggunakan pendekatan ini untuk membantu guru mengembangkan
usaha inkuiri dalam pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas yang kemudian
dikenal dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
Banyak
ahli memberikan definisi tentang penelitian tindakan kelas (PTK) berikut ini
akan disajikan beberapa definisi PTK yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, (1)
Standford (1970) mendefinisikan penelitian tindakan adalah ‘analysis,
fact finding, conceptualization, planing, execution, more fact finding or
evaluation; and then repetition of this whole circle of activities; indeed, a
spiral of such circles, (2) Tim proyek PGSM (1999) mendefinisikan
penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantaban rasional dari
tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik
pembelajaran tersebut dilakukan, (3) Mukhlis, Abdul dan Nur, Mohamad (2001)
mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang
bersifat sistematis dan siklustis, (4) Kemis, Stephen dalam D. Hopkins
(1992) mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah ‘action research
is a form of self reflective inquiry undertaken by participants in a social
(including educational) situation inorder to improve the rationality and
justice of (a) their own social or educational pratices, (b) their
understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are
carried out’ (penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelaahan atau
inkuri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan
tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktek-praktek sosial atau kependidikan
yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktek-praktek
tersebut, (c) situasi di tempat praktek itu dilaksanakan) Mills (2003) mendefinisikan
penelitian tindakan kelas sebagai berikut; ‘Any systematic inquiry conducted
by teacher researchers ... to gather information about how their particular
schools operate, how they teach, and how well their students learn’. (5) Rapoport (1991) mendefinisikan penelitian tindakan kelas
sebagai berikut; ‘Action research aims to contribute both to the practical
concerns of people in an immediate problematic situation and to the goals of
social science (including education) by joint collaboration within a mutually
acceptable ethical framework.
Bila digabungkan definisi yang
dikemukakan oleh para ahli di atas maka diperoleh batasan penelitian tindakan
kelas sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang
(bersiklus) dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk
melakukan perbaikan-perbaiakan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi,
kompetensi, atau situasi. Proses daur ulang (siklus) kegiatan dalam penelitian
tindakan divisualisasikan pada Gambar:
Dari gambar di atas terlihat dengan
jelas daur ulang aktivitas dalam penelitian tindakan diawali dengan perencanaan
tindakan (planing)¸ penerapan tindakan (action), mengobservasi
dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan (observation dan evaluation), dan
melakukan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan atau
peningkatan yang diharapkan tercapai.
B.
PRINSIP-PRINSIP
PTK
Hopkins
(1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang melandasi penelitian
tindakan kelas.
Prinsip
pertama, bahwa tugas guru
yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas.
Untuk itu, guru memilki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan
kualitas pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih
tidak/kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari alternatif lain.
Dosen dan guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya
dalam mengupayakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran. Prinsip pertama ini berimplikasi pada sifat penelitian tindakan
sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara siklustis sampai terjadinya
peningkatan, perbaikan, atau ‘kesembuhan’ sistem, proses, hasil, dan sebagainya.
Prinsip
kedua bahwa meneliti
merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan
waktu maupun metode pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan
selaras dengan pelaksanaan pembelajaran, yaitu: persiapan (planning),
pelaksanaan pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation),
evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari
proses dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini
menginsyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan
secara sistematik dan terkendali menurut kaidah ilmiah.
Prinsip
ketiga bahwa kegiatan
meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus
diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur pikir
yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab
timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan
penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat, penetapan skenario
tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis data. Obyektivitas,
reliabilitas, dan validitas proses, data, dan hasil tetap dipertahankan selama
penelitian berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersyaratkan bahwa dalam
menyelenggarakan penelitian tindakan agar tetap menggunakan kaidah-kaidah
ilmiah.
Prinsip
keempat bahwa masalah
yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan
tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran.
Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata
yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang sesungguhnya. Bila
pendiagnosisan masalah berdasar pada kajian akademik atau kajian literatur
semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah melanggar prinsip ke-otentikan.
Jadi masalah harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang sesungguhnya,
bukan sesuatu yang dibayangkan akan terjadi secara akademik.
Prinsip
kelima bahwa
konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan
kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut
perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi
untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam (motivasi intrinsik), bukan
sesuatu yang bersifat instrumental.
Prinsip
keenam adalah cakupan
permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah
pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang
kelas, misalnya: tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan
memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas
pendidikan.
C.
TUJUAN DAN MANFAAT PTK
Apakah
tujuan kita melakukan penelitian tindakan kelas? Sebagaimana sudah dijelaskan
pada paparan sebelumnya, jawaban yang paling mudah terhadap pertanyaan tesebut
adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan (improvement)
atau peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan/berkesinambungan.
Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama dilaksanakan penelitian tindakan
kelas adalah untuk perbaikan, kata perbaikan disini harus dimaknai dalam
konteks pembelajaran khususnya dan implementasi program pada umumnya
Jika
tujuan utama penelitian tindakan kelas, untuk perbaikan dan peningkatan layanan
profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar, pertanyaan
selanjutnya yang muncul adalah ‘bagaiamana tujuan tersebut itu dapat tercapai?’
tujuan itu dapat tercapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis keadaan,
kemudian mencobakan berbagai tindakan alaternatif secara sistematis guna
memecahkan permasalahan tersebut, dengan kata lain, dilakukan perencanaan
tindakan alterfnataif oleh guru, kemudian dicobakan, dan dievaluasi
efektifitasnya dalam memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi
oleh guru. Daur tindakan inilah yang digambarkan dalam gambar 1 sebelumnya.
Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam konteks
pembelajaran dapat terwujud akibat adanya PTK, dampak penyerta yang dapat
dicapai sekaligus oleh kegiatan penelitian ini adalah tumbuhnya budaya dan
produktivitas meneliti di kalangan praktisi pendidikan (guru).
Dengan
demikian akibat logis dari uraian di atas maka banyak manfaat yang dapat
dipetik, diantaranya yaitu (1) guru semakin diberdayakan (empowered)
untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri, dengan kata lain
prakarsa untuk melakukan ‘revolosi inovasi’ dalam pendidikan hanya akan
berhasil jika dimulai dari ‘ujung tombak’ pelaksana di lapangan. (2) guru
memiliki keberanian mencobakan hal-hal baru yang diduga dapat membawa perbaikan
dalam kegiatan pembelajaranya di dalam kelas, keberanian ini berdampak pada
munculnya rasa percaya diri dan kemandirian guru dalam memecahkan permasalahan
pembelajaranya di dalam kelas. (3) Guru tidak lagi puas dengan rutinitas
monoton (complacent), melainkan terpacu untuk selalu berbuat lebih baik
dari sekarang yang telah diraihnya sehingga terbuka peluang untuk peningkatan
kinerja secara berkesinambingan (continue).
Secara
ringkas, inovasi pembelajaran yang bersifat bottom up (tumbuh dari
bawah) dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan yang
dilakukan dari ata (top down). Hal ini karena pendekatan inovasi
pembelajaran yang bersifat top down tidak jarang berangkat dari teori
yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan
permasalahan pembelajaran yang tengah dihadapinya di dalam kelas.
Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto (72:2009) menyebutkan
bahwa ada beberapa hal yang penting serta perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
PTK:
1.
PTK merupakan penelitian yang mengikut
sertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan.
2.
Kegiatan refleksi (perenungan,
pemikiran, dan evalusi) dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional(menggunakan
konsep teori) yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam
upaya memecahkan masalah yang terjadi.
3.
Tindakan perbaikan terhadap situasi dan
kondisi pembelajaran dilakukan dengan segera dan dilakukan secara praktis(dapat
dilakukan dalam praktik pembelajaran)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
1.
PTK tidak boleh mengganggu tugas proses
pembelajaran dan tugas mengajar guru.
2.
PTK tidak boleh terlalu banyak
menghabiskan waktu, karena itu PTK harus sudah dirancang dan dipersiapkan
dengan rinci dan matang.
3.
Pelaksanaan tindakan hendaknya konsisten
dengan rancangan yang telah dibuat.
4.
Masalah yang dikaji harus merupakan
masalah yang benar-benar ada dan dihadapi oleh guru.
5.
Pelaksanaan PTK harus selalu dengan mengikuti
etike kerja yang berlaku (memperoleh izin dari kepala sekolah, membuat laporan,
dll)
6.
Harus selalu menjadi fokus bahwa PTK
bertujuan untuk menjadikan adanya perubahan atau peningkatan mutu proses dan
hasil belajar, melalui serangkaian bentuk tindakan pembelajaran. Oleh karena
itu, adanya kemauan dan kemampuan untuk berubah menjadi sangat penting.
7.
PTK dimaksudkan pula untuk membelajarkan
guru agar meningkat dalam kemauan dan kemampuan berpikir kritis dan sistematis.
8.
PTK juga bertujuan untuk lebih membiasakan
atau membelajarkan guru untuk menulis, membuat catatan, dan berbagai kegiatan
akademik lainnya.
9.
PTK hendaknya dimulai dari permasalahan
yang sederhana, nyata, jelas dan tajam.
Masnur Muslich (18:2009) mengemukakan bahwa rumusan fokus
masalah yang mungkin diterapkan guru dapat berupa rumusan sebagai berikut :
1.
Bagaimana membelajarkan siswa materi
tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?
2.
Bagaimana memilih strategi pembelajaran
yang paling tepat untuk membelajarkan materi tertentu?
3.
Bagaimana melaksanakan pembelajaran
kooperatif?
4.
Bagaimana mengajak siswa agar dikelas
mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif
berpikir)
5.
Bagaimana meningkatkan minat dan
motivasi siswa untuk belajar?
6.
Bagaimana mengelola kelas yang dapat
meningkatkan antusiasme siswa dalam belajar?
7.
Media belajar apa yang dapat mempercepat
ketrampilan anak pada materi pembelajaran tertentu?
8.
Bagaimana menghubungkan materi
pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat
menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan
sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?
Ketika anda mengembangkan fokus masalah yang anda rasakan
dalam pembelajaran, anda juga telah mendiagnosis penyebab masalah dan alternatif
pemecahannya. Ini berarti secara tidak langsung anda sudah membayangkan
tindakan-tindakan apa yang akan anda lakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Terkait
dengan perencanaan alternatif tindakan ini pada dasarnya tidak berbeda dengan
penyusunan tindakan pembelajaran dalam RPP. Oleh karena itu, apabila anda sudah
terbiasa menyusun skenario pembelajaran dalam RPP, dipastikan anda dapat
merencanakan alternatif tindakan yang akan anda lakukan dalam PTK. Itulah
sebabnya kenapa PTK dikatakan selalu berhubungan dengan perencanaan pengajaran.
Hamzah B Uno (23:2009) menyebutkan berbagai model dapat dikembangkan dalam
mengorganisir pengajaran. Satu diantara model itu adalah model Dick and Carrey
(1985) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi tujuan umum
pembelajaran.
2.
Melaksanakan analisis pengajaran.
3.
Mengidentifikasi tingkah laku masukan
dan karakter siswa.
4.
Merumuskan tujuan performansi.
5.
Mengembangkan butir-butir tes acuan
patokan.
6.
Mengembangkan strategi pengajaran.
7.
Mengembangkan dan memilih materi
pengajaran.
8.
Mendesain dan melaksanakan evaluasi
formatif.
9.
Merevisi bahan pembelajaran.
10.
Mendesain dan melaksanakan evaluasi
sumatif.
Selanjutnya menurut mager dalam Hamzah B Uno (40:2009)
tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup 3 elemen utama:
1.
Menyatakan apa yang seharusnya dapat
dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang sebaiknya dikuasai pada
akhir pelajaran.
2.
Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan
yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut.
3.
Perlu ada petunjuk yang jelas tentang
standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berdasarkan pada uraian dan elemen tersebut maka tujuan
pembelajaran sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD format, artinya:
A= Audience (petatar, siswa, mahasiswa dan sasaran didik lainnya)
B= Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar)
C= Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang
diharapkan dapat tercapai)
D= Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)
Hal yang tidak kalah penting dalam tahap perencanaan
skenario dan model pembelajaran adalah pemilihan strategi pembelajaran. Strategi dapat diartikan sebagai rencana.
Strategi pembelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamzah B uno (9:2009) menyebutkan bahwa
pemilihan strategi pembelajaran hendaknya ditentukan berdasarkan kriteria
berikut:
1.
Orientasi strategi pada tugas
pembelajaran.
2.
Relevan dengan isi/materi.
3.
Metode/teknik yang digunakan difokuskan
pada tujuan yang ingin dicapai.
4.
Media belajar yang digunakan dapat
merangsang indra peserta didik secara simultan.
Daftar Pustaka:
Arikunto, Suharsimi.
2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara
Baskoro Adi Prayitno.
Artikel Blog
B Uno, Hamzah. 2009. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
_____________. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK Itu