Sebuah pemandangan yang penuh sesak
di sebuah pusat perbelanjaan ketika akhir pekan menjadi suatu hal yang biasa
kita lihat. Akhir pekan memang sebuah hari yang menyenangkan untuk dinikmati
bersama keluarga sebagai penyegaran setelah beberapa hari selalu berkutat
dengan pekerjaan. Hanya sekedar jalan-jalan atau membeli beberapa barang yang
dibutuhkan.
Manusia hidup tidak lepas dari berbagai
kebutuhan. Hingga pada pelajaran IPS ekonomi kita mengingat sebuah materi pelajaran
tentang kebutuhan manusia. Kebutuhan yang secara tingkat kepentingannya sering
kita sebut dengan kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Melalui penggolongan
tersebut sangat jelas terlihat urutan mana yang harus diprioritaskan dan mana
yang dapat ditunda.
Namun sayangnya dengan pola
kehidupan sekarang ini yang menuntut orang untuk dinamis justru membuat
seseorang menjadi pribadi yang konsumtif. Terkadang hal tersebut menjadikan kita
lupa mana yang menjadi kebutuhan pokok dan mana yang merupakan kebutuhan
tersier. Kebutuhan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kemapanan
seseorang. Tentunya hal itu tidak perlu dirisaukan jika memang orang telah
mencapai kemapanan tersebut, namun bagaimana jika pandangan hidup yang dinamis
ini menjadikan seseorang yang belum waktunya untuk memiliki semua itu untuk memaksakan
diri.
Melalui tingginya tingkat konsumsi
masyarakat kita inilah yang kemudian menjadikan para investor merasa yakin
untuk menjadikan Indonesia sebagai bidikan target pemasaran produk mereka.
Banyak mall, mini market serta outlet-outlet
dari berbagai macam produk tersebar dan terus berkembang. Serta pada
perkembangan selanjutnya muncul berbagai fasilitas pembiayaan seperti kartu
kredit, cicilan serta diskon yang mampu menghadirkan kemudahan dalam proses
kepemilikan barang. Berbagai kemudahan tersebut menjadikan beberapa dari
masyarakat kita seakan membudayakan sikap konsumtif.
Ironisnya
lagi yaitu jika kita bandingkan jumlah barang yang kita konsumsi selama ini
kebanyakan masih merupakan barang import.
Terlepas dari masih rendahnya kesadaran masyarakat kita untuk lebih menghargai
barang lokal, namun juga dari segi kualitas kita masih belum dapat menyediakan
barang yang sepadan dengan kualitas barang import
sehingga masyarakat kita lebih memilih untuk menetapkan pilihan mereka kepada
barang import. Bagaimanapun itu
kualitasnya, saya rasa sudah saatnya kita mempercayai produk bangsa kita
sendiri. Jangan sampai industri kreatif anak negeri justru hidup segan mati tak
mau, di negerinya sendiri.
Skala
prioritas
Saya rasa dalam menentukan berbagai
macam kebutuhan hidup kita harus bersikap tegas. Kita harus memahami secara
cermat mana kebutuhan yang memang benar-benar kita butuhkan dan mana kebutuhan
yang hanya bersifat hiburan saja. Melalui skala prioritas inilah kita mampu
menilai bahwa kita dapat memiliki barang tersebut sebagai kebutuhan pelengkap
saat seluruh kebutuhan pokok kita untuk menunjang kehidupan telah mampu kita
penuhi semua. Apalah artinya jika kebutuhan yang memang benar-benar pokok untuk
kita justru tidak terpenuhi dan kebutuhan yang bersifat pelengkap malah kita
penuhi.
Mengikuti perkembangan zaman bukan
berarti menjadikan kita harus memiliki apa yang sedang menjadi trend saat ini. Ikutilah perkembangan
dengan bijak, artinya kita tahu kemampuan diri kita seberapa. Bukan berarti
kita menolak perkembangan, namun setidaknya kita mampu mengikuti berbagai trend tersebut tanpa mengesampingkan
kebutuhan pokok. Di satu sisi kita menemukan orang yang bersusah-payah
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun di sisi lain kita juga menemukan
seseorang yang mempunyai uang yang cukup dengan mudah membeli barang yang
diingingkan. Inilah realita yang terjadi saat ini. Sebuah pemandangan yang mencerminkan
bagaimana perkembangan zaman dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat.
Sejatinya
usaha yang dilakukan untuk menuju ketercapaian suatu kebutuhan adalah kerja
keras. Kita tidak akan mampu mewujudkan cita-cita untuk mencukupi kebutuhan
tanpa adanya usaha dan kerja keras, namun itu bukan berarti jika kita telah
mampu mencukupi segalanya maka kita berhak menikmatinya dengan sesuka hati. Pengendalian
diri dan bersahaja kemudian kembali lagi kepada diri kita sendiri yang
menentukan.