Sampai saat ini saya masih sering
melihat seseorang dengan mudahnya membuang sampah sembarangan. Entah itu
dibuang di sungai atau dibuang dengan begitu saja ditempat itu juga tepat
ketika mereka selesai menghabiskan cemilan. Misalnya nih ya, sering saya lihat
orang-orang berkendara dengan menggunakan mobil dengan seenak perutnya membuang
bungkus makanan dari dalam mobil yang melaju. Tinggal buka kaca jendela dan
weeerrrr plastik makanan terbang ketengah jalan. Atau satu lagi, mereka yang
sedang menikmati makanan ringan sambil ngobrol dengan temannya, juga dengan
seenak udelnya sendiri membuang bungkusnya dibawah tempat obrolan mereka.
Apa sebenarnya yang sedang dihadapi
masyarakat kita saat ini? Sampai-sampai kepedulian terhadap sesama dan
lingkungan juga terabaikan. Kepedulian terhadap sesama? Yap, lihat saja itu
mereka selalu sibuk dengan gadget yang mereka genggam. Beberapa menit sekali
pasti mereka akan mengecek sosmed yang mereka miliki. Gak tau deh seberapa
penting sosmed buat mereka. Gak tau juga apa isi sosmed mereka. Kalau isinya
Cuma sekedar pertemanan biasa, rasanya kok terlalu berlebihan jika kita harus
memantau perkembangan status dari teman-teman sampai disetiap menitnya. Kecuali
kita melalui sosmed mengikuti hal-hal yang penting seperti akun siaran berita,
surat kabar atau akun-akun pengetahuan mungkin akan mendatangkan manfaat. Coba
kalau kita berani jujur berapa prosentase waktu yang kita gunakan dalam sehari
untuk keperluan sosial media?
Dua hal ini yang saat ini memenuhi
ruang pikiran saya. Satu sisi lingkungan yang semakin menurun kualitasnya
karena ulah manusia, sisi lain kualitas komunikasi secara verbal manusia yang
semakin munurun pula. Saya mengira ini membutuhkan kontrol diri. Kontrol diri
saya artikan sebagai sikap yang memikirkan baik buruknya suatu kegiatan yang
dipikirkan oleh individu tersebut sebelum melakukan hal tersebut.
Siapa bilang tempat sampah yang
tersedia jumlahnya kurang? Buktinya ada tempat sampah disebelah juga masih ada
orang yang membuang sampah asal lempar, padahal tempat sampah juga jaraknya
hanya beberapa langkah. Siapa bilang ketinggalan status teman-teman itu bakal
dibilang kuper? Buktinya orang-orang besar sekelas Pak SBY justru akun
sosmednya bukan beliau yang menjalankan. Kontrol terhadap perilaku kita itu
sangat dibutuhkan. Kitalah orang yang mampu mengontrol diri kita sendiri, bukan
orang lain.
Renungan yang mungkin dapat
digunakan sebagai bahan untuk tulisan ini adalah: dulu lingkungan kita ketika Eyang
kita lahir masih dipenuhi dengan udara yang sejuk. Sampah rumah tangga hasil
konsumsi manusia belum sebanyak saat ini. Jika kita dari dulu waktu SD
diajarkan oleh guru untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, kenapa sampai
saat ini kalimat itu hanya sebatas sebagai kalimat bijak penghias tembok
belaka? Atau jangan-jangan memang benar kita itu lebih pintar menghafal dari
pada memaknai ilmu?
Yang kedua, coba bayangkan 10 tahun
yang lalu ketika sosial media belum booming seperti sekarang. Apakah mereka para
muda-mudi merasa boring ketika sedang menghabiskan waktu berdua di sebuah sudut
tempat makan? Ngobrol panjang lebar sambil menghabiskan pesanan makanan mereka.
Lalu kenapa sekarang tiba-tiba kita harus sibuk menatap layar smart phone dengan obrolan yang terbatas
dan menyendok makanan dimeja dengan mata tetap tertuju pada layar smart phone.
Gaessss.... bukan bermaksud sok
idealis, hanya saja coba renungkan kedua hal di atas apakah ada benarnya kita
melakukan semua itu. Dunia semakin tua butuh orang-orang yang smart gaess. Bukan Cuma gadget kalian
yang smart, tapi orangnya yang make
juga musti lebih smart. Jaga alam dan
lihatlah sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar