Jumlah
ideal wirausahawan dalam sebuah negara minimal 2% dari jumlah penduduk negara
tersebut, sedangkan untuk negara Indonesia saat ini masih 0,24% dari jumlah
penduduk yang berjumlah 237,64 juta orang (SM 3/12). Angka tersebut apabila
kita cermati lebih mendalam akan memunculkan pertanyaan mengapa begitu sulit
untuk meningkatkan angka tersebut.
Orang
yang menggeluti dunia wirausaha terkenal sebagai pribadi yang tekun, ulet dan
kreatif memunculkan ide-ide yang bernilai jual. Dengan identitas tersebut
lantas apakah masyarakat Indonesia bukan tipe orang yang berkarakter seperti
demikian? Saya rasa hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang untuk berani terjun ke dunia wirausaha, mulai dari
ketersediaan modal hingga mental atau mindset
yang tertanam dibenak setiap orang.
Pada
perkembangannya saat ini kita dapat melihat bahwa wirausaha semakin mendapat
perhatian yang lebih dari pemerintah. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan
adalah untuk mengajak masyarakat Indonesia tidak hanya pasif sebagai pencari
kerja, tetapi diharapkan justru mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Sehingga angka pengangguran akan semakin berkurang, masyarakat menjadi lebih
produktif tanpa harus tergantung dengan perusahaan yang hanya membutuhkan
beberapa pegawai saja.
Untuk
mengurai permasalahan ini saya melihat perhatian pemerintah saat ini telah
sampai pada bangku sekolah. Banyak sekolah bahkan kampus-kampus sekarang berani
mendeklarasikan diri sebagai sekolah yang berwawasan kewirausahaan. Hal ini
semakin menarik untuk kita cermati karena selain deklarasi tersebut, dalam mata
pelajaran yang diterima siswa saat ini terdapat mata pelajaran kewirausahaan.
Sedini
mungkin
Usaha
ini bukan merupakan sebuah usaha yang terkesan asal. Mengapa di bangku sekolah?
Jika kita lihat maka tempat yang paling tepat untuk memperkenalkan dan membina
masyarakat terkait hal kewirausahaan adalah sekolah. Hal ini didasarkan bahwa
pendidikan bukan hanya memberikan pengetahuan saja tetapi juga keterampilan. Selain
itu usia anak sekolah dianggap sebagai usia yang produktif sehingga mereka
perlu untuk mendapatkan bekal sebelum mereka terjun ke dunia kerja.
Tujuan
lain yang ingin dibidik adalah untuk memperkenalkan jiwa kewirausahaan kepada
para siswa sedini mungkin. Hal ini mengingat bahwa jiwa kewirausahaan akan
semakin tumbuh dan berkembang dalam pribadi seseorang membutuhkan proses.
Dengan pengenalan dini ini diharapkan proses tersebut dapat berjalan dengan
sempurna. Namun yang selanjutnya menjadi perhatian untuk kita semua adalah
jangan sampai penumbuhan jiwa kewirausahaan yang sudah terintegrasi ke dalam
mata pelajaran kewirausahaan berhenti sebatas pemberian ilmu di dalam kelas
saja. Pada level ini kita membutuhkan guru yang cerdas untuk mengajarkan mata
pelajaran wirausaha ini.
Guru
cerdas yang saya maksudkan di sini adalah guru yang penuh ide dan kreativitas
yang tinggi terutama dalam hal untuk melakukan praktek nyata kewirausahaan
dengan siswa. Hal ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik mata pelajaran
kewirausahaan yang diajarkan. Jika mata pelajaran tersebut hanya sebatas
mengkaji ilmu di ruang kelas saja, maka sangat tidak tepat karena mata
pelajaran ini mempunyai karakteristik action.
Melalui aksi nyata maka para siswa akan memperoleh keterampilan bagaimana
caranya melihat peluang, memulai serta mengelola ide-ide bisnis mereka.
Pada
praktek di masing-masing level pendidikan hal ini dapat disesuaikan dengan
jenjang yang ditangani. Sebagai contoh pada tingkat sekolah dasar, hal yang
ingin ditanamkan adalah memperkenalkan kemampuan diri dalam mengkreasikan
barang-barang di sekitar yang mampu bernilai ekonomis. Misalnya kerajinan
tangan sederhana dan menggambar. Selanjutnya pada tingkat sekolah menengah hal
yang ingin ditanamkan adalah bagaimana mereka agar berani melakukan kegiatan
wirausaha. Misalnya menjual produk, kemudian meghitung laba yang mereka peroleh
dan menjaga agar usaha yang mereka jalankan dapat bertahan atau justru mampu
membidik usaha baru sesuai peluang yang muncul.
Serangkaian
kegiatan di atas mutlak membutuhkan guru yang kreatif. Guru yang mampu
membangunkan jiwa kewirausahaan yang ada di dalam diri siswa. Perencanaan
kegiatan wirausaha yang akan dijalankan tidak harus berupa kegiatan yang besar
dan mendatangkan keuntungan yang besar. Justru dimulai dari kegiatan yang
sederhana yang terpenting adalah rasa percaya diri dan pantang menyerah mampu
tertanam di hati para siswa. Misalnya menjual kembali makanan ringan siap saji
kepada para calon pelanggan. Tentunya para siswa harus mencari calon pelanggan
yang sesuai dengan produk yang mereka miliki.
Apabila
mulai jenjang sekolah dasar, menengah hingga perguruan tinggi mampu mengemas
pembelajaran kewirausahaan dengan baik, maka saya yakin proses yang berjalan
panjang dan berkesinambungan akan semakin memantapkan pola pikir siswa menjadi
seorang wirausahawan. Mari kita temukan kemasan tersebut demi bekal anak didik
kita.