Selasa, 30 Juni 2015

Pacaran Penting Nggak Sih?


            Sejak kapan mengungkapkan rasa cinta kepada lawan jenis menjadi begitu penting bagi para pelajar Indonesia? Pertanyaan itu muncul dengan tiba-tiba dibenak saya. Saat itu disuatu petang yang damai dan bertepatan dengan malam Minggu saya bersama keluarga sedang berkeliling kota. Sepanjang perjalanan saya melihat banyak muda-mudi hilir mudik berboncengan memakai sepeda motor. Melihat kondisi lalu lintas yang agak ramai awalnya saya mengira di kota sedang ada pertunjukan musik atau semacamnya. Namun perlahan saya baru menyadari ini malam Minggu.
            Jika ditanya mengenai berapa jumlah pelajar Indonesia saat ini yang berstatus pacaran, secara kuantitatif saya tidak bisa menyebutkan dengan pasti. Namun jika dipaparkan secara kualitatif berdasarkan pengamatan atas apa yang terjadi, saya rasa cukup membuat kita yakin kalau pacaran nampaknya menjadi tugas tambahan bagi sebagian pelajar saat ini.
            Yap ... saya katakan sebagian, karena saya percaya diantara sekian banyak pelajar Indonesia masih ada kok yang fokus terhadap tugas mereka belajar. Masih ada kok pelajar yang giat belajar untuk bertekat menggenggam merah putih di podium olimpiade, masih ada kok pelajar yang giat berlatih tak kenal lelah untuk mengharumkan tim Indonesia di bidang olah raga, dan masih ada kok pelajar yang sibuk mengembangkan bakat-bakat yang mereka miliki untuk mengejar apa yang mereka impikan. Ya ... walaupun saya juga tidak tahu pasti kata sebagian itu lengkapnya sebagian besar atau sebagian kecil.
            Hal ini kemudian membuat saya berpikir kira-kira apa yang dapat menjelaskan fenomena pacaran yang terjadi dikalangan pelajar. Hal ini menjadi penting karena saat ini rupanya pelajar sudah tidak tabu lagi dalam hal tembak-menembak pujaan hati, selanjutnya apa? Hal semacam ini diperparah dengan timbulnya sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap tugas mereka sebagai pelajar bahkan terhadap moral mereka.
            Saya mencoba untuk mengurai hal ini dari beberapa sisi, di antaranya yaitu dari sisi perkembangan psikologis remaja dan sisi sosial.
1.      Perkembangan psikologis remaja.
Dalam perkembangan psikologis anak kita mengetahui fase remaja awal dimulai sekitar usia 12 tahun. Usia dimana pertumbuhan secara fisik mulai terlihat. Tidak terkecuali rasa ketertarikan kepada lawan jenis juga mulai tumbuh. Jadi secara perkembangan psikologis, mereka berarti mengalami perkembangan yang normal. Hanya saja mereka belum mampu menempatkan rasa ketertarikan ini dengan semestinya. Lantas apakah teori perkembangan psikologis ini sudah cukup untuk menjawab pertanyaan di atas? Tentunya belum, masih banyak hal lain yang mendorong dan melengkapi.
2.      Sosial.
Selanjutnya dari segi sosial. Sosial di sini saya maksudkan sebagai lingkungan sekitar tempat anak tumbuh dan berkembang. Lingkungan dapat diurai lagi sebagai lingkungan secara fisik maupun siapa saja individu yang berinteraksi dan mampu memberikan pengaruh. Tidak semua orang tua setuju dengan kegiatan pacaran dimasa sekolah. Namun tanpa kita sadari ada juga orang tua dengan dalih “ya memang zamannya sekarang seperti itu, jadi anak kalau dilarang nanti malah membangkang” akhirnya memberi izin secara halus untuk anaknya berpacaran walaupun dengan batasan yang tegas.
Dorongan selanjutnya diperkuat melalui lingkungan eksternal, yaitu apa yang remaja lihat serta rasakan dari keadaan di sekitarnya. Lingkungan eksternal ini justru yang memberi dukungan paling besar. Sebut saja banyaknya teman sebaya yang berpacaran, acara televisi yang rasa-rasanya mengisyaratkan masa muda itu dipenuhi rasa saling suka yang terpendam antar dua insan, bacaan cerita roman remaja, bahkan mungkin sindiran bagi kaum jomblo yang saat ini bertebaran di dunia maya. Semua itu seakan mengisyaratkan pacaran itu wajar kok.

            Semua indikator di atas dengan sempurna membentuk diagram lingkaran dengan besaran prosentase masing-masing. Karena mereka belum mampu mengontrol rasa cinta yang mereka miliki, pacaran usia pelajar ini tidak jarang diikuti dengan beberapa hal yang justru lebih banyak tidak baiknya. Misalnya mereka yang berpacaran diharuskan malam Mingguan, pergi makan, nonton bioskop, antar jemput pacar. Pernahkah kalian berpikir kenapa ngapel itu harus malam Minggu? Kenapa tidak hari lain? Ya ... karena zaman dulu lelaki yang akan ke rumah pujaan hatinya selalu mencari waktu luang di luar kesibukan pekerjaan. Karena hari Minggu libur, akhirnya malam Minggu deh waktu yang tepat. Jadi intinya zaman dahulu kegiatan semacam pacaran hanya dilakukan oleh orang dewasa yang sudah bekerja, memiliki penghasilan sendiri yang bisa digunakan untuk membelikan kado atau sekedar traktiran makan untuk pujaan hatinya. Nah kalau konsep semacam itu diadopsi anak-anak ingusan zaman sekarang, dapat uang dari mana? Orang tua kan ujung-ujungnya. Terus kalau sudah seperti itu masih pantas gitu apa yang kalian lakukan?
            Belum lagi kalau kemana-mana selalu berdua, minta selalu diperhatikan, bermesraan. Hal semacam itu hanya pantas dilakukan oleh suami istri, selain pasangan yang sah ya berarti dosa. Mungkin berawal dari merasa sebagai pacar saya berhak merapikan poninya, berhak menggandeng tangannya, juga berhak memaksakan kehendak. Kadang merasa geli membaca status anak-anak muda di media sosial mereka yang setengah curcol karena berantem dengan pasangan gara-gara yang satu suka maksa, yang satu gak mau nurut. Benar-benar hubungan psikologis yang tidak sehat. Terkadang hal semacam ini akhirnya berujung putus, sirna sudah harapan manis semasa pacaran. Tapi ibarat peribahasa mati satu tumbuh seribu, seiring berjalannya waktu toh mereka menemukan (lagi) tambatan hati baru.
            Saya rasa dari semua hal di atas tidak satu pun yang menyinggung tugas utama pelajar untuk belajar. Tugas utama pelajar justru akan semakin terkesampingkan gara-gara fokus mereka sudah beralih dari mengembangkan potensi ke menyenangkan pasangan. Satu-satunya orang yang harus disenangkan saat ini adalah orang tua. Karena berkat pengorbanan mereka berdua, kita bisa sampai di tahap ini. Makanya yuk kita resapi dulu, menyenangkan hati orang tua itu jauh lebih utama dan jauh lebih mulia.
            Jika di ilmu ekonomi kita mengenal skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya rasa skala priorotas tersebut juga cocok kita terapkan dalam kehidupan pelajar Indonesia untuk hal pacaran. Skala prioritas mengajarkan kita untuk dapat memilih, memilah dan mengurutkan mana kebutuhan yang harus dipenuhi mulai dari kebutuhan yang paling mendesak hingga kebutuhan yang tidak penting. Dalam proses pengurutan ini kita akan menghadapi konflik antara kebutuhan dan keinginan.
            Sama seperti kondisi para pelajar Indonesia saat ini. Mereka harus dapat membedakan mana kebutuhan dalam menuntut ilmu dan mana yang hanya bersifat sebagai keinginan. Jika dikaitkan dengan perasaan ketertarikan mereka terhadap lawan jenis, perasaan ini timbulnya alamiah dan bagian dari perkembangan remaja. Namun bukan berarti itu merupakan salah satu alasan untuk melegalkan pacaran. Tapi itukan hak masing-masing? Yap ... benar sekali, itu merupakan hak masing-masing individu tapi kita harus ingat bahwa tugas utama pelajar adalah belajar bukan pacaran.
            Posisi generasi muda khususnya para pelajar sangatlah penting bagi bangsa, karena kelak mereka akan menggantikan generasi yang tua. Jadi jangan membuang waktu berharga kalian dengan drama menyedihkan penuh tetesan air mata.
            Rasa cinta dan ketertarikan kepada lawan jenis adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa dan itu suci. Jangan mengotori kesucian cinta dengan nafsu untuk memiliki. Jodoh itu sudah di atur oleh Tuhan, mereka tidak hanya ada di dalam pagar sekolah. Jodoh itu tersimpan rapi hingga Tuhan menganggap kita sudah pantas untuk bertemu dengannya. Cinta itu berhubungan langsung dengan hati, tetapi jangan lupa bahwa manusia selain memiliki hati juga memiliki akal. Setidaknya itulah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain.

            Ibu pertiwi sudah muak dengan berita penyimpangan seksual di luar nikah dan perilaku negatif lainnya. Ibu pertiwi menunggu kontribusi nyata dari kalian para pelajar Indonesia. Selamat belajar para pelajar Indonesia, jadilah pelajar yang cerdas.

Kamis, 21 Mei 2015

Arsip Sumber Pengetahuan


            Tanggal 18 Mei 2015 diperingati sebagai hari kearsipan yang ke-44. Ketika membahas mengenai arsip, pemahaman kita tertuju kepada lembaran dokumen yang disimpan dalam sebuah tempat dan penyimpanan semacam itu biasanya hanya dilakukan oleh instansi.
            Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan pada pasal 1 ayat 2 menyebutkan arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Sedangkan kearsipan dimaknai sebagai suatu proses kegiatan mulai dari penerimaan, pengumpulan, pengaturan, pemeliharaan dan penyimpanan dokumen menurut sistem tertentu sehingga ketika diperlukan dapat ditemukan dengan cepat dan mudah (Suyetty: 2009). Pemerintah memiliki lembaga untuk mengurus arsip yaitu Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang berada di Ibukota RI, dan Arsip Daerah (Arda) yang berada di daerah-daerah baik kabupaten maupun provinsi.
            Sebetulnya kearsipan ini tidak hanya dilaksanakan oleh instansi saja, kita dalam kehidupan sehari-hari juga melakukan kegiatan kearsipan. Contoh kecil misalnya kita di rumah menyimpan ijazah, surat keluarga, surat jual beli, serta foto-foto keluarga. Meskipun dokumen tersebut kita simpan dengan sistem penyimpanan yang sangat sederhana, pengelompokan dan penyimpanan tersebut menandakan kita telah melakukan kegiatan kearsipan.
            Peristiwa terbakarnya pasar Johar, pasar paling legendaris di kota Semarang beberapa hari yang lalu menjadikan banyak media memberitakan peristiwa tersebut. Beberapa pemberitaan ada yang dilengkapi dengan ulasan sejarah pembangunan pasar Johar mulai zaman Belanda disertai foto pasar Johar dari masa ke masa. Dari mana informasi tersebut diperoleh? Tentunya bersumber dari arsip.
            Sama halnya ketika bulan Agustus tiba, perayaan hari kemerdekaan Indonesia sangat terasa. Acara televisi banyak menampilkan foto dan video suasana detik-detik kemerdekaan bangsa. Tidak jarang dalam foto yang ditampilkan terdapat tulisan ANRI sebagai sumbernya. Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa kegiatan kearsipan tidak hanya terbatas pada kegiatan formil seperti pengurusan surat di instansi saja.
Bahan Pembelajaran
            Banyak hal yang dapat kita pelajari dari arsip. Salah satunya kita dapat memupuk rasa cinta tanah air dengan mempelajari dokumen yang mengandung nilai sejarah. Pengetahuan yang diperoleh tidak hanya sebatas mengenai apa yang terjadi saat dokumen tersebut dibuat, tetapi juga mampu memberikan gambaran mengenai apa yang harus kita lakukan di masa mendatang.
            Melalui dokumen yang ditampilkan di lembaga arsip yang ada di daerah, masyarakat akan lebih mengenal daerahnya. Informasi yang terkandung dalam sebuah dokumen mampu memberikan pengetahuan terkait penyelenggaraan pemerintahan maupun makna dibalik peristiwa sehingga memunculkan perspektif baru bagi setiap orang yang mempelajarinya.
            Tanpa adanya kegiatan kearsipan, mustahil kita dapat mengetahui segala sesuatu seperti saat ini. Bayangkan jika pada zaman dahulu tidak ada inisiatif untuk menyimpan dan menata dokumen, mungkin yang kita ketahui saat ini hanyalah sebatas pendapat tanpa ada bukti autentik yang mampu memperkuat. Ketika marak peristiwa pengakuan budaya dan wilayah suatu negara oleh negara lain, banyak negara yang kemudian mendaftarkan kekayaan budaya mereka demi melengkapi bukti bahwa apa yang mereka miliki saat ini adalah benar-benar milik mereka.
            Tanggung jawab kearsipan tidak hanya dimiliki oleh lembaga arsip, arsiparis, dan pemerhati arsip saja. Masyarakat juga memiliki peran dalam kegiatan kearsipan tentunya diawali dari menyimpan dan merawat seluruh dokumen yang bernilai penting terkait diri sendiri maupun keluarga. Selanjutnya pada tingkatan yang lebih luas, masyarakat memiliki tanggung jawab bersama untuk merawat dan menjaga setiap arsip yang memuat informasi penting berkaitan dengan kedaulatan negara. Bahkan masyarakat juga wajib melapor apabila mengetahui adanya perusakan, pemalsuan dan pengubahan arsip.

            Arsip memiliki bentuk, isi, kepemilikan, sifat, fungsi serta cara penyimpanan yang berbeda-beda. Namun arsip memiliki nilai kegunaan yang sama yaitu nilai administrasi, hukum, keuangan, penelitian, pendidikan dan dokumentasi. Semoga dengan timbulnya kesadaran mengenai arsip dan kearsipan ini maka tema hari kearsipan 2015 arsip samudera informasi dan titian masa depan akan mampu terwujud.

Selasa, 03 Maret 2015

Terima Kasih Unnes



25 Februari 2015 untuk sebagian mahasiswa Unnes merupakan tanggal yang dinanti-nanti. Pada hari itu Auditorium terlihat ramai dengan para mahasiswa yang mengenakan kostum hitam dan bertopi segi lima. Rona ceria dan bahagia nampak pada raut muka setiap mahasiswa yang sedari pagi telah bersiap memasuki ruangan Auditorium.
Duduk berderet bersama teman-teman di Auditorium mengingatkan kami pada kegiatan beberapa tahun lalu ketika kami dinyatakan menjadi mahasiswa baru Unnes. Hari ini kami kembali duduk berderetan, tetapi dalam acara yang berbeda. Hari ini upacara wisuda siap dilaksanakan.
Banyak hal yang kami peroleh selama mengeyam pendidikan di Unnes. Kami belajar bagaimana menjadi pribadi yang berkualitas melalui Ibu/Bapak dosen serta seluruh kegiatan yang kami lakukan di kampus. Suka duka menjadi seorang mahasiswa telah kami lewati hingga akhirnya pada hari ini kami resmi dinyatakan berhak mengikuti upacara wisuda.
Kami menyadari bahwa segala bentuk penugasan mata kuliah serta penyusunan karya ilmiah yang telah kami lalui bukan semata-mata untuk menggugurkan kewajiban sebagai mahasiswa agar segera memakai Toga wisuda seperti hari ini. Semua itu adalah tempaan bagi kami agar menjadi sosok yang pantas kelak ketika kami memakai Toga tersebut.
Melalui kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu/Bapak dosen yang telah membimbing serta membukakan cakrawala pengetahuan kepada kami, sehingga kami mampu menjadi pribadi yang berkualitas. Selama ilmu yang kami peroleh mampu kami manfaatkan dengan baik bahkan bisa kami tularkan kepada orang lain, selama itu pula pahala kebaikan akan terus mengalir kepada Ibu/Bapak dosen.
Tidak kalah penting, selama kami di Unnes telah dikenalkan dengan konservasi baik secara konseptual maupun prakteknya. Kami menyadari walau pun sudah tidak berstatus sebagai mahasiswa, sampai kapan pun kami tetap menjadi bagian dari kampus konservasi ini. Layaknya sebuah keluarga, jika ada anggota keluarga yang berkelana. Kemana pun dia pergi akan tetap membawa sikap dan watak keluarganya. Demikian halnya kami, kami akan mengembangkan konservasi ditempat yang kami pijak. Karena kami adalah kader konservasi Unnes.
Berkepribadian baik, menjunjung tinggi kesopanan, peduli terhadap sesama, berpengetahuan luas serta berjiwa konservasi semoga itu menjadi karakter kami para alumni Unnes. Terima kasih Unnes, tetaplah menjadi kampus yang kami banggakan. Kami juga akan mengukir prestasi mengharumkan nama Unnes, sebagai alumni.

Selasa, 06 Januari 2015

Semangat Baru Jawa Tengah



            Bulan Desember lalu bagi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) 30 kabupaten/kota di Jawa Tengah merupakan bulan yang padat dengan aktivitas. Selain harus menyusun laporan akhir tahun seperti instansi yang lain, instansi ini mempunyai tugas tambahan terkait pemberkasan para peserta yang dinyatakan lolos dalam tes CPNS pertengahan tahun lalu.
            Seperti yang diberitakan di berbagai media, tidak kurang dari 60.000 kursi disediakan pemerintah untuk warga negara Indonesia yang berminat menjadi abdi negara. Setelah mereka berjuang melalui serangkaian tahap seleksi, maka pada pertengahan Desember lalu penantian itu sirna sudah. Namun pengumuman seperti ini sudah dapat ditebak. Karena adanya pembatasan formasi, dari sekian ribu orang yang mengikuti seleksi hanya beberapa saja yang dinyatakan lolos menjadi CPNS.
            Penyelenggaraan tes CPNS selalu menarik untuk kita amati. Kalau ditinjau dari peserta, rupanya antusiasme masyarakat kita masih tinggi untuk mengikuti tes seleksi CPNS. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah pendaftar yang selalu menembus angka ribuan. Hal yang berbeda justru terletak pada mekanisme tes yang dilakukan menggunakan sistem computer assisted test (CAT). Pemanfaatan sistem CAT ini mari kita maknai sebagai upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan tes CPNS yang obyektif, transparan, kompetitif, akuntabel, bebas KKN, tidak diskriminatif, tidak dipungut biaya, efektif serta efisien.
            Dengan nilai-nilai yang telah ditentukan sebagai ambang batas kelulusan, maka sistem CAT memberikan kemudahan bagi setiap peserta untuk memantau secara langsung capaian yang mereka dapatkan. Melihat dari pengumuman hasil tes seleksi CPNS yang dirilis oleh masing-masing BKD di Jawa Tengah, nampak skor peserta sangat tinggi. Hal ini memberikan sebuah bukti tambahan bahwa siapa saja yang lolos dalam seleksi CPNS beberapa waktu lalu adalah pribadi yang pandai.
Aktualisasi Diri
            Jika kita bertanya apa makna bekerja, ada sebagian yang menjawab bekerja adalah untuk mendapatkan uang, ada juga yang menjawab bekerja adalah ibadah. Berbagai macam jawaban tersebut tergantung bagaimana kita menempatkan pekerjaan dalam kehidupan kita. Namun kita sepakat bahwa bekerja merupakan salah satu upaya seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
            Kaitannya dengan hal tersebut, Maslow seorang tokoh Psikologi melalui teori hierarki kebutuhannya yang digambarkan seperti piramida menjabarkan tingkatan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi, kemudian setingkat diatasnya terdapat kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan untuk dihargai dan posisi paling puncak adalah kebutuhan aktualisasi diri.
            Bekerja bisa apa saja, tidak harus menjadi PNS. Namun tidak dipungkiri status PNS dengan segala kenyamanannya memiliki daya tarik tersendiri. Jika memang kita ada kesempatan untuk menyandang status tersebut maka kita syukuri, tetapi jika tidak maka tidak perlu disesali. Alangkah baiknya kita menyadari bahwa setiap pekerjaan apa pun itu perlu kita lakukan dengan sepenuh hati. Entah itu PNS atau sektor yang lainnya, semua merupakan ladang kita untuk mencukupi kebutuhan dasar serta meningkatkan kualitas hidup.
            Memang batasan cukup secara ekonomi masing-masing individu memiliki ukuran yang berbeda. Namun jika dinilai telah mampu memberikan ketercukupan, selanjutnya yang perlu kita renungkan adalah bagaimana kita bisa memandang pekerjaan merupakan jalan untuk mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri merupakan daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri ini mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas dan inovasi. Apa pun pekerjaannya jika bisa dilakukan dengan penuh keseriusan akan memberikan manfaat luas hingga kepada orang lain.
             Selaras dengan revolusi mental yang diangkat oleh presiden Joko Widodo dan kini  menjadi tema nasional, sebagai warga negara sudah saatnya kita memunculkan jiwa revolusioner dalam diri. Bagi peserta yang lolos tes seleksi CPNS,  jika boleh saya sebut pengumuman beberapa waktu lalu merupakan kado indah akhir tahun dari Tuhan. Ketika yang lain masih menyelipkan harapan mendapatkan pekerjaan dalam doa tahun baru, tidak demikian dengan Anda. Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan, maka mengabdilah sebaik mungkin. PP 53 Tahun 2010 akan memandu Anda sebagai abdi negara yang disiplin. Jika pemerintah saja mampu berinovasi menghadirkan sistem baru dalam seleksi para pegawai, selanjutnya giliran Anda untuk membuktikan kualitas kinerja penuh totalitas.
            Kemudian bagi peserta yang tidak lolos, ini bukan akhir dari segalanya. Bahkan saat pemerintah memberlakukan moratorium penerimaan CPNS mulai 1 Januari 2015 (suaramerdeka.com 29/12/14). Mari bersama pantang menyerah untuk mengapai apa yang kita dambakan melalui berbagai jalur yang lain. Kesuksesan pasti ada di depan ketika kita mau berusaha keras dan yakin. Apa pun profesi kita, semua adalah sama. Sama-sama berkewajiban membangun Jawa Tengah. Semoga di tahun yang baru ini kita memiliki semangat baru untuk bekerja secara optimal pada bidang masing-masing demi mewujudkan Jawa Tengah hebat.

Sabtu, 29 November 2014

Bunga di Tepi Jalan



            Tak seperti biasanya, peringatan hari guru nasional yang ke- 69 kali ini memiliki makna yang mendalam bagi saya. Selain sejak dari pagi saya merasa terharu karena berita televisi yang dipenuhi dengan acara penyerahan kado, kue atau sungkeman yang dilakukan oleh siswa kepada guru di sekolah mereka. Hal lainnya yang membakar api semangat dalam diri yaitu acara dialog bersama menteri pendidikan Anies Baswedan di salah satu televisi swasta. Dengan gaya tutur kata beliau yang khas, saya mendapatkan semacam harapan serta angan-angan baru untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik khususnya mengenai aspek guru.
            Saya sepakat ketika beliau mengungkapkan bahwa apa yang kita rasakan pada diri kita sampai saat ini adalah berkat jasa para guru kita di masa lampau. Tidak peduli bagaimana kita berjuang menaklukkan hidup saat ini, tetapi bekal yang telah kita gunakan adalah dari mereka para guru. Ketika saat ini sebagian dari kita telah merasakan titik kejayaan, jika kita mau untuk menoleh bagaimana para guru kita di masa lampau, mungkin beliau masih tetap saja bersahaja seperti dulu kala persis saat kita masih duduk dihadapan beliau di sebuah ruang kelas. Walau pun memang saat ini beberapa guru kita sudah memiliki tunjangan yang mumpuni, tetapi saya rasa sisa-sisa tenaga itu masih terlihat.
            Seketika saya teringat Ibu saya yang juga seorang guru SD yang telah mengabdi selama 30 tahun. Menjadi seorang guru adalah pengabdian, saya rasa itu ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan usaha beliau selama ini. Saya sering mendengar cerita darinya mengenai siapa saja anak didiknya yang saat ini telah menjadi dokter, polisi, pengusaha tekstil, pedagang kios. 30 tahun bukan waktu yang singkat, ratusan siswa telah beliau bimbing, ratusan siswa telah beliau berikan ilmu pengetahuan. Seketika itu saya benar-benar terharu memikirkan sosok yang sering dipanggil dengan sebutan guru.
            Jika sudah demikian lalu mengapa saat ini masih saja terasa seakan pendidikan kita tidak memiliki hasil yang signifikan di masyarakat? Pertanyaan tersebut sedikit terjawab ketika saya hari ini sedang melakukan perjalanan pulang dari rumah saudara yang letaknya disalah satu sudut desa. Perjalanan tersebut saya secara tidak sengaja bertemu dengan teman lama dari Om. Om Handoko (Om Doko) demikian saya memanggilnya. Saling sapa yang tidak sengaja itu terjadi di tengah jalan dan secara spontan kami lanjutkan dengan bertanya kabar. Sebuah peristiwa yang tidak direncanakan sebelumnya dan dengan situasi yang sedikit terburu-buru menjadikan kita ngobrol ditepi jalan. Obrolan yang niatnya hanya sekilas ternyata panjang lebar hingga 45 menit. 45 menit kita menghabiskan waktu ditepi jalan dengan lalu lalang para tetangga.
            Itulah mengapa saya sebut tulisan ini bunga di tepi jalan. Karena selama obrolan di tepi jalan itu saya kembali menemukan sesuatu pemikiran yang berbeda dari masyarakat umumnya yang saya dapatkan dari beliau. Kita membicarakan banyak hal, tapi entah mengapa seakan tema kita saat itu berkutat seputar pendidikan. Nah pertanyaan di atas dalam obrolan kami menyebut sebagai adanya sebuah pemasungan makna pendidikan oleh masyarakat kita saat ini. Sekolah hanya dipandang sebagai sebuah tahap yang harus dilewati oleh para pemuda usia sekolah tanpa melihat secara menyeluruh bagaimana sebenarnya harapan dari pendidikan itu. Ditambah lagi dengan pergeseran peran guru yang semakin tergeser oleh zaman tetapi sumber daya kita tidak mengikuti perkembangan tersebut. Hal semacam itu berulang terus-menerus berpuluh-puluh tahun hingga semacam inilah kejadian yang “menimpa” kita.
            Pendidikan menyiapkan manusia sebagai seorang problem solver yang saat ini lebih cenderung sebagai penikmat hasil akhir dari pada proses. Masyarakat kita hingga saat ini masih memiliki orang-orang yang radikal. Radikal dalam hal ini saya artikan sebagai orang-orang yang berpemikiran jauh kedepan, tidak hanya sekedar seperti inilah memang kenyataannya, lebih kepada bagaimana memperbaiki ini semua. Namun jumlah masyarakat yang demikian hanya minoritas dan masih kalah jumlahnya dengan masayarakat yang Dogmatis. Hal inilah yang selama ini sedikit mengganggu pemikiran saya. Saya berpikir jika memang benar demikian (minoritas selalu kalah dengan mayoritas) lalu bagaimana sebuah gerakan perubahan akan terjadi?
            Sore itu saya benar-benar bersyukur bertemu dengan beliau walau pun dalam posisi yang sedikit tidak nyaman. Beliau mengungkapkan bahwa untuk menghadapi hal yang demikian kita tidak perlu bersusah payah untuk mendebat mereka. Masyarakat adalah hakim yang paling kejam. Tanpa data yang jelas dan akurat mereka dapat saja dengan segera menyalahkan setiap orang yang terkesan “melenceng” dari biasanya. Biarkanlah mereka dengan argumen mereka sendiri, kita tidak perlu memaksakan pemikiran-pemikiran kita kepada mereka. Yang terpenting adalah bagaimana kita tetap bisa menyalurkan gagasan-gagasan kita walau pun itu berjalan dengan lambat, ya ....syukur kalau bisa berjalan cepat. Namun pelan pun tidak menjadi masalah asalkan gagasan itu masih tetap hidup.
            Menjadi seorang yang idealis itu perlu karena itu semacam prinsip yang kita pegang sehingga kita tidak dengan mudah terbawa arus, tetapi sikap realis juga harus kita perhatikan karena itulah yang menjaga kita agar tidak terlampau egois.
            Hari ini melalui sebuah tayangan berita televisi dan pertukaran ide dengan seseorang yang saya sebut sebagai senior telah memberikan banyak wawasan yang membawa saya kepada perenungan ini. Selamat hari guru nasional kepada Ibu saya, guru-guru saya sejak dari SD hingga perguruan tinggi, serta seluruh guru di pelosok Nusantara apa pun itu sebutan bagi mereka (entah guru swasta, guru honorer, guru kursus, bahkan guru ngaji sekali pun). Jangan berhenti berharap dan mendatangkan perubahan.