Berita gubernur Jambi yang melakukan
inspeksi mendadak pada sebuah rumah sakit di Jambi, sepertinya menjadi buah
bibir masyarakat menutup penghujung bulan Januari. Dalam inspeksinya gubernur
Jambi menyampaikan bahwa pihaknya banyak menerima keluhan dari masyarakat
terkait kesiapan pelayanan di rumah sakit tersebut. Tanggapan masyarakat cukup
beragam, ada yang mengapresiasi dan ada pula yang mengkritisi. Sedikit
bernostalgia, hal yang sama juga pernah dilakukan oleh gubernur Jawa Tengah
dalam menguak fenomena pungutan liar yang terjadi di jembatan timbang pantura April
2014 silam.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai
lembaga negara yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, merilis
hasil penelitian tentang kepatuhan pemerintah pusat dan daerah terhadap standar
pelayanan publik tahun 2016. Dari 33 provinsi 39,99% terkategori sebagai zona
hijau atau predikat kepatuhan tinggi; 39,39% terkategori zona kuning atau
predikat kepatuhan sedang; lalu sisanya 21,21% terkategori sebagai zona merah
atau predikat kepatuhan rendah. Jawa Tengah sendiri menduduki peringkat
kesembilan pada zona hijau, dengan urutan pertama yaitu Jawa Timur.
Sejak tahun 2015 ORI telah memetakan
peningkatan pelayanan publik, pada tahun 2016 zona hijau pemerintah provinsi ditargetkan
sebesar 70%. Dari penelitian tersebut diketahui komponen standar pelayanan yang
sering dilanggar adalah hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang cepat
dan transparan, serta kurang jelasnya alur pemberian masukan atau pengaduan
terkait penyelenggaraan pelayanan. Hal yang dapat kita garis bawahi adalah,
pelayanan prima yang banyak menjadi tagline
instansi ternyata sesuatu yang sulit untuk dicapai.
Sebagai instansi yang berhubungan
dengan kepentingan masyarakat luas, pelayanan prima mutlak untuk diterapkan.
Konsep pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan
sehingga pelanggan merasa tidak dikecewakan. Penerapan pelayanan prima diawali
dengan penetapan standar pelayanan. Standar pelayanan ini digunakan sebagai
pedoman pelayanan sekaligus tolok ukur penilaian kualitas layanan. Pedoman
penyusunan standar pelayanan termuat dalam Permen PANRB nomor 15 tahun 2014.
Saya yakin setiap instansi sudah
memiliki standar pelayanan yang baku, hal ini dapat kita amati biasanya ruangan
pelayanan terdapat poster yang memuat informasi alur pelayanan beserta petugas
yang siap untuk memberikan penjelasan prosedur pelayanan. Jika standar
pelayanan kita ibaratkan sebagai sebuah alat, maka alat ini akan berfungsi sebagaimana
mestinya jika pengguna mempergunakan dengan baik, begitu pula sebaliknya.
Sumber Daya Manusia
Dimensi pelayanan prima dalam
pelayanan publik memuat tentang ketepatan waktu pelayanan, akurasi, sikap
pemberi layanan, jumlah petugas, ketersediaan sarana dan prasarana serta
tanggung jawab dalam penanganan keluhan (Mukarom, 2015). Pada suatu waktu kita pernah
merasa kurang puas dengan pelayanan sebuah instansi karena pelayanan petugas
yang tidak ramah dan pelayanan lamban. Inilah mengapa standar pelayanan yang
sudah dimiliki harus didukung dengan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Man behind the gun.
Petugas pelayanan merupakan eksekutor
lapangan. Mereka adalah orang yang berhadapan langsung dengan pelanggan, bahkan
dari petugas inilah pelanggan akan memberikan penilaian atas pelayanan yang
diperolehnya. Petugas bagian pelayanan harus memiliki kepribadian cekatan,
teliti, sabar, ramah, berpenampilan rapi serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Aspek SDM rupanya menjadi kunci
utama dalam hal pelayanan prima. Selain kualitas kepribadian, petugas pelayanan
juga harus menyadari peran dan tanggung jawabnya. Untuk mendorong terciptanya SDM
bidang pelayanan yang berkualitas, pihak manajemen memiliki tugas untuk
mendesain administrative expert yang
meliputi sistem seleksi, training, pengembangan, penghargaan kinerja serta
pengelolaan SDM yang baik (Ulrich, 1997).
Terlihat jelas bahwa keberhasilan
sebuah pelayanan tidak hanya bergantung pada ada atau tidaknya standar
pelayanan, tetapi juga dipengaruhi oleh SDM dan desain dari pihak manajemen. Pada
tahap selanjutnya instansi harus memiliki program pengawasan terhadap
pelaksanaan pelayanan. Pengawasan salah satunya dapat diwujudkan dalam bentuk
survey kepuasan masyarakat seperti yang diamanatkan dalam Permen PANRB nomor 16
tahun 2014, survey minimal dilakukan setahun sekali. Hasil penelitian ORI
mengungkap sebanyak 60,73% instansi tidak melakukan survey kepuasan masyarakat.
Ini semakin memperkuat asumsi standar pelayanan yang telah disusun tidak
diimbangi dengan usaha pengawasan.
Tentunya
hal-hal peningkatan pelayanan prima semacam ini tidak terbatas hanya dilakukan
oleh instansi pemerintah saja, instansi apa pun yang berkaitan dengan pelayanan
publik sebagai kegiatan utama perlu untuk memikirkan dan menerapkan konsep pelayanan
prima. Pelayanan prima merupakan komitmen bersama, karena kita adalah apa yang
pelanggan rasakan.