Senin, 08 Juli 2013

SMK Semakin Bisa!


            Tahun ajaran baru akan segera dimulai pertengahan bulan depan. Proses penerimaan peserta didik juga sudah berjalan. Setelah dinyatakan lulus, siswa SMP/MTs kini berjuang mendapatkan sekolah yang mereka idamkan.
            Siswa lulusan SMP/MTs yang akan melanjutkan kejenjang berikutnya dihadapkan pada dua pilihan antara sekolah umum (SMA/MA) atau sekolah kejuruan (SMK). Pemilihan kedua jenis sekolah tersebut sepenuhnya adalah hak dari orang tua dan anak. Memilih SMA atau SMK pada hakikatnya lebih dari sekedar menimbang-nimbang apakah kelak anak akan melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi ataukah tidak, tetapi juga menimbang potensi yang dimiliki anak.
            Dilihat dari karakteristik pembelajarannya, SMA dan SMK jelas jauh berbeda. Pembelajaran di SMA kental dengan pendalaman tentang teori-teori, sedangkan SMK mempunyai sisi pembelajaran yang diarahkan lebih banyak praktek untuk menambah keterampilan. Hal ini berkaitan dengan desain SMK sebagai sekolah kejuruan yang mempersiapkan siswanya siap kerja.
            Terlalu sempit jika kita mengartikan siap kerja berarti jalur terakhir untuk menempuh pendidikan. Jenis pendidikan yang ada di Indonesia tidak hanya pendidikan formal saja, masih ada pendidikan non formal dan informal. Semangat untuk belajar jangan diputus begitu saja dengan predikat lulus. Guru dan orang tua harus mampu mendorong minat anak untuk selalu belajar dari manapun asalnya sumber ilmu tersebut.
Pemetaan Bakat
            Kebingungan yang dialami anak dan orang tua dalam menentukan jalur pendidikan yang akan dipilih salah satunya disebabkan kurangnya pengenalan terhadap potensi diri yang dimiliki oleh anak. Pemetaaan potensi diri ini sangat penting untuk mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan masa depan anak, seperti pendidikan dan profesi yang cocok kelak.
            Setiap anak lahir dan berkembang dengan potensi yang berbeda-beda. Potensi yang dimiliki anak perlu mendapatkan bimbingan yang tepat agar potensi tersebut dapat berkembang secara optimal. Namun sebelum kita mengembangkan potensi, kita harus tahu potensi apa yang dimiliki. Sayangnya sampai saat ini masih dijumpai orang tua yang kurang memperhatikan tentang penggalian potensi anak. Terkadang apa yang dipilihkan untuk anak terkesan karena keinginan dari orang tua, atau sudah sesuai keinginan anak tetapi tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
            Seandainya dari usia sekolah dasar perkembangan anak selalu dipantau, setidaknya usia SMP orang tua telah mampu menangkap potensi yang dimiliki anak. Sehingga pada saat anak lulus SMP mereka akan tahu kemana tujuan berikutnya, sekolah umum atau sekolah vokasi. Semakin dini orang tua mampu menemukan potensi anak, maka akan semakin bermanfaat pula dalam hal persiapan pengembangan potensi tersebut.
            SMK saat ini bukan lagi menjadi sekolah “nomor dua”. SMK merupakan tempat pengembangan bagi siswa yang memiliki kemampuan khusus. Hal yang perlu sekolah sadari adalah bagaimana membangun sistem pembelajaran SMK yang benar-benar mematangkan kemampuan khusus tersebut. Sehingga idealnya ketika lulusan SMK berminat memperdalam ilmunya ke perguruan tinggi, mereka akan memilih jurusan yang sejalur dengan program keahliannya di SMK. Sedangkan jika mereka orientasinya langsung bekerja, maka kemampuan yang mereka miliki sudah benar-benar matang dan menjadi pribadi yang berkualitas.
            Pemerintah saat ini banyak memberikan program subsidi dan beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Fasilitas tersebut harus dimanfaatkan oleh lulusan SMK yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi tetapi terkendala faktor biaya. Bagi mereka yang berniat terjun ke dunia kerja, dapat mengembangkan ilmunya melalui balai latihan kerja (BLK) yang terdapat di kota masing-masing.
            Jadi mau kuliah atau bekerja, SMK memberikan semua kesempatan tersebut. Jadilah orang yang spesialis, orang yang memahami ilmu pengetahuan secara mendalam. Hal terpenting adalah memelihara semangat agar selalu mengembangkan ilmu yang dimiliki.

Senin, 10 Juni 2013

Mengembangkan Ikon Wisata Lokal


            Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Ketika kita membicarakan tentang pariwisata, terkadang kita masih berpatokan pada paradigma lama yaitu pariwisata merupakan sebuah anugerah alami berupa alam dan hasil peninggalan bersejarah. Alhasil bagi daerah yang memang tidak mempunyai dua hal tersebut menjadikan mereka tidak mempunyai sesuatu yang dapat “dijual”.
            Pariwisata hendaknya dapat dilihat dengan kaca mata yang lebih luas lagi. Saat ini banyak bermunculan konsep-konsep wisata yang tidak hanya bergantung pada alam dan bangunan bersejarah, contohnya wisata kuliner. Jenis wisata ini berkembang seiring dengan antusias wisatawan untuk mencicipi aneka makanan khas yang ada di daerah tersebut.
            Jawa tengah adalah provinsi yang berbatasan langsung dengan DI. Yogyakarta. Jika kita bandingkan dua daerah tersebut dalam hal area wisatanya, maka Yogyakarta masih mengungguli Jawa tengah. Terlepas dari banyaknya bangunan yang bernilai sejarah di Yogyakarta, saya menilai semangat mengembangkan area wisata di Yogyakarta sudah menjadi nafas utama pemerintah daerah dan masyarakatnya. Mereka menyadari bahwa Yogyakarta mempunyai banyak hal yang bernilai “jual” tinggi bagi para wisatawan. Selain itu industri kreatif juga bermunculan yang semakin melengkapi keceriaan para wisatawan saat berkunjung.
            Inilah yang perlu ditiru dan kita kembangkan di daerah kita. Perjalanan menuju dikenalnya ikon pariwisata memang merupakan perjalanan yang panjang dan tidak mudah. Memerlukan kreatifitas dan sensifitas yang tinggi dalam melihat peluang. Pariwisata sejatinya bukan hanya bagaimana menyajikan sesuatu yang bernilai bagi para wisatawan. Namun juga segala aspek pendukungnya juga perlu untuk diperhatikan.
            Kota Kudus lekat dengan sebutan kota wisata religi. Prosentase terbesar wisatawan yang mendatangi kota Kudus adalah para peziarah yang berziarah ke makam Sunan Muria dan Sunan Kudus. Keasrian lereng gunung Muria juga menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan. Di sana saat ini banyak dikembangkan tempat wisata kuliner dan water boom sebagai arena bermain. Jika Yogyakarta mempunyai candi dan Gudeg Wijilan, Kudus mempunyai Menara Kudus dan Lentog Tanjung.

Optimalisasi Pengelolaan
            Saya rasa dengan apa yang dimiliki Kudus saat ini, cukup untuk menjadikan Kudus salah sebagai satu destinasi wisata bagi para wisatawan. Hal selanjutnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah terkait dengan kelangsungan area wisata tersebut. Pengelolaan yang baik harus diterapkan. Artinya karena wisata ini termasuk dalam bidang jasa, maka aspek kenyamanan dan kepuasan pengunjung harus selalu diperhatikan.
            Saya cukup miris melihat para peziarah yang berjalan kaki menuju ke makam Sunan Kudus, mungkin karena keterbatasan informasi mereka tidak mengetahui bahwa pihak pengelola telah menyediakan jalur khusus pejalan kaki yang lebih nyaman. Dari parkiran khusus Bus peziarah, mereka yang tidak menggunakan jasa becak dan ojek wisata berjalan kaki melewati jalan raya yang ramai kendaraan bermotor. Jalan raya ini tentunya tidak dilengkapi dengan trotoar untuk pejalan kaki. Dari hal ini setidaknya pengelola dapat menempatkan petugas untuk mengarahkan mereka melalui jalan khusus pejalan kaki yang benar atau dapat memberikan tanda pada jalan tersebut.
            Kemudian pada area wisata kuliner Lentog Tanjung apabila kembali ditata dan dirapikan maka akan lebih menarik lagi. Mungkin dapat ditambah dengan penghijauan yang lebih banyak, toilet, parkir mobil yang memadahi, bangunan yang diremajakan dan didesain secara artistik. Ini baru sebatas ide, tetapi mungkin suatu saat dapat direalisasikan: Kudus mempunyai tarian daerah yang disebut dengan tari Keretek. Mungkin tarian ini dapat dipentaskan di area wisata kuliner Lentog Tanjung pada hari Minggu pagi, tentunya dengan adanya panggung mini. Serta dapat diperkenalkan pula Batik Kudus dengan sebuah stand yang dibangun yang menarik minat pengunjung untuk belajar membatik.
            Segala usaha tersebut saya kira bukanlah hal yang berlebihan jika kita menginginkan ikon pariwisata daerah kita dikenal oleh banyak orang. Jika kemudian permasalahannya terletak pada anggaran yang tidak mencukupi, Kudus juga terkenal dengan kota industri. Banyak sekali perusahaan yang dapat digandeng oleh pemerintah daerah untuk bersama-sama mengembangkan ikon wisata kota Kudus.
            Kudus sebagai kota industri juga memungkinkan untuk menarik minat para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi untuk melakukan study tour ke perusahaan tersebut. Hal ini mengapa kemudian tidak dimanfaatkan dengan membuat semacam paket perjalanan wisata bagi para mahasiswa agar lebih mengenal Kudus. Selain ke perusahaan yang sudah berskala besar, Kudus mempunyai beberapa usaha seperti daerah UMKM produktif kain bordir Kudus di Desa Padurenan, batik Kudus, serta jenang Kudus.
            Pada akhirnya pengelolaan yang optimal menuntut seluruh pihak baik pemerintah daerah maupun para pelaku usaha untuk selalu berpikir kritis dan selalu melakukan inovasi. Sebuah area wisata tidak akan berlangsung lama jika inovasi tidak selalu diupayakan. Adanya perhatian penuh kepada wisatawan akan membuahkan hasil berupa kenyamanan dan kesan yang baik akan melekat sehingga kemungkinan untuk datang kembali dan word of mouth adalah hal yang pasti.
            Pemerintah daerah melalui dinas pariwisata setempat perlu menemukan inovasi dan pengelolaan yang tepat dalam membangun ikon wisata lokal, karena masih banyak area wisata yang lain yang menunggu untuk dikembangkan salah satunya yaitu situs purbakala di desa Terban. Upaya mengembangkan daerah wisata juga akan meningkatkan jumlah para entrepreneurship yang pandai melihat peluang. Jika setiap kepala daerah tanggap akan hal ini maka akan sejalur dengan semangat Gubernur Jateng yang baru dalam mengembangkan ikon wisata lokal sehingga program visit Jateng tahun depan semakin terasa greget-nya seperti apa yang mereka ungkapkan di salah satu program debat calon gubernur dan wakil gubernur beberapa saat yang lalu.

Senin, 27 Mei 2013

Geliat Politik Uang


            Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Setiap itu pula akan selalu hadir semboyan no money politic. Banyak yang menyebutkan bahwa masyarakat kita sekarang adalah masyarakat yang cerdas, artinya terkait dengan pembelajaran berpolitik mereka telah memiliki pendirian yang kokoh dan tidak mudah dipengaruhi hanya dengan sejumlah uang.
            Pendapat tersebut ada benarnya. Namun saya rasa kita perlu lebih jeli dan teliti lagi dalam memahami hal tersebut. Pasalnya masyarakat kita mempunyai karakteristik yang heterogen baik itu dari segi pendidikan maupun ekonomi. Dari kedua faktor tersebut kemudian akan membentuk pola pikir yang berbeda antar satu masyarakat dan yang lainnya.
            Puncak ketegangan selalu hadir saat hari terakhir menjelang pemilihan. Kita tidak dapat menutup mata dan dengan bangga mengatakan bahwa pemilu kali ini atau pemilu sebelum-sebelumnya seratus persen bebas dari politik uang. Politik uang sampai sekarang masih dinilai sebagai senjata ampuh untuk mempengaruhi serta membujuk masyarakat khususnya masyarakat di daerah pelosok dan kalangan bawah. Kegiatan ini kalau boleh saya menyebutnya sebagai gerakan “bawah tanah” yang tidak tampak di permukaan namun di sisi lain kegiatan ini terus berjalan.
            Inilah yang saya katakan sebagai perbedaan karakteristik dalam masyarakat. Bagi masyarakat di perkotaan mungkin saja aroma money politic tidak sekental ketika kita berada di pedesaan. Bahkan rutinitas kotor ini melahirkan sebuah hal yang dianggap biasa dan oleh beberapa orang seakan menjadi hal yang dinantikan. Pemilukada merupakan waktu untuk  menunggu pembagian uang. Bahkan hal yang paling parah adalah tidak pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) karena tidak adanya calon yang membagikan uang.
            Melihat hal ini saya memiliki dua sisi pandang. Pertama, calon yang melakukan praktik money politic adalah calon yang tidak siap untuk kalah. Siap untuk kalah? Kalimat tersebut seakan merupakan sebuah lelucon belaka, karena semua orang yang maju dalam pencalonan pasti mengharapkan dirinya menang. Faktanya kita hanya membutuhkan satu pasang calon saja sebagai pemimpin, itu berarti yang lain hanya akan mendapat gelar juara kedua dan seterusnya.
            Kedua, niat pencalonan diri belum sepenuhnya mengarah kepada kepentingan membangun daerah. Kepentingan membangun daerah hanya digunakan sebagai dasar semu untuk menutupi kepentingan lain yang lebih besar. Karena jika dilogikakan, niat tulus membangun daerah tidak akan dimulai dengan membohongi masyarakat yang kelak akan dipimpinnya.
            Saya rasa untuk saat ini yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah masyarakat kelompok bawah. Karena bagi kelompok masyarakat menengah ke atas, mereka telah mampu memilih sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kelompok bawah selalu menjadi sasaran empuk kegiatan money politic, tetapi jangan salahkan mereka. Mereka menerima uang tersebut karena memang dengan keadaanya saat ini mereka membutuhkan uang itu untuk mencukupi kebutuhan.
            Dalam hal ini netralitas dari seluruh kalangan sangat dibutuhkan, tidak hanya pegawai negeri sipil (PNS) saja yang harus dituntut untuk netral. Saya justru berpikir netralitas tersebut juga harus tercipta bagi mereka tokoh masyarakat. Terkadang masyarakat berubah menjadi fanatik karena para tokoh masyarakatnya mengusung calon yang berbeda. Dibutuhkan sosok tokoh masyarakat yang mampu membangun pemahaman yang tepat di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.
            Ditambah dengan peran pemerintah desa yaitu kepala desa, ketua RW bahkan sampai ketua RT jika mereka mampu menyatu dengan warganya dan perlahan memberikan pemahaman yang benar maka tidak mustahil masyarakat yang ada di daerahnya akan menjalankan pemilukada dengan penuh tanggung jawab.
            Komitmen inilah yang sampai sekarang masih saya nilai kurang. Terutama komitmen dari para calon dalam menghapus kegiatan money politic dari agenda menuju singgasana. Justru komitmen dari merekalah yang paling diharapkan, karena jika mereka sebagai orang yang diusung dengan tegas menolak hal tersebut dan direalisasikan kedalam aksi nyata, maka bersihlah pemilukada dari kegiatan money politic.
            Gembar-gembor no money politic hanya terdengar dari corong komisi pemilihan umum (KPU). Bahkan KPU sendiri telah menyediakan jalur pengaduan bagi masyarakat yang ingin menyampaikan jika mereka mengetahui terdapat calon yang melakukan kegiatan money politic. Tetapi sekali lagi, hal ini jarang dimanfaatkan oleh masyarakat karena mereka menganggap hal ini sudah lumrah terjadi setiap ada pemilukada.
            Iklan himbauan kepada masyarakat baik melalui media elektronik maupun cetak memang diperlukan. Namun jangan sampai dilupakan bahwa himbauan tersebut hanya akan menjadi sekedar himbauan jika tidak ada upaya penanaman bahwa pemilukada adalah tanggung jawab kita semua. Kesadaran dan kemandirian dalam berpolitik harus mampu dibangun pada setiap insan tanpa memandang derajat.

Senin, 15 April 2013

Kualitas Guru Kunci Keberhasilan Kurikulum 2013


            Berbagai permasalahan terkait dunia pendidikan di Indonesia sering menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Bagaimana tidak, karena pendidikan diakui sebagai modal awal untuk membentuk suatu bangsa yang berkualitas.
            Berawal dari anggapan tersebut maka segala hal mengenai perencanaan, pelaksanaan hingga pengelolaan dalam dunia pendidikan harus dilakukan dengan detail dan sebaik mungkin. Setelah RSBI yang kini episodenya telah berakhir, sekarang dunia pendidikan kita sedang tegang menanti kelahiran kurikulum baru.
            Terlepas dari pro dan kontra yang mengiringi proses perencanaan kurikulum ini, saat ini pemerintah melalui kemdikbud semakin mematangkan konsep kurikulum 2013 karena target pelaksanaannya semakin dekat.
            Konsep yang ditawarkan oleh kurikulum 2013 lebih bertujuan untuk menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Ini juga sekaligus sebagai evaluasi atas kurikulum sebelumnya yang dinilai lebih banyak menekankan aspek kognitifnya saja. Dengan seimbangannya ketiga aspek tersebut diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan masa depan yang akan dihadapi seiring perkembangan peserta didik.
            Di dalam kurikulum yang baru nantinya standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) akan terangkum dalam kompetensi inti (KI) yang terdiri dari empat KI yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga secara singkatnya, pembelajaran setiap mata pelajaran harus mampu dikaitkan kedalam empat KI tersebut. Pendidikan karakter yang sebelumnya menjadi suatu hal yang baru akan menjadi bagian yang utuh dalam kurikulum 2013.
            Selanjutnya, konsep yang sedemikian rapi ini menempatkan guru sebagai eksekutor di lapangan. Guru harus mampu menyajikan pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kurikulum 2013. Menyadari hal tersebut, pemerintah akan memberikan pelatihan kepada para guru sebelum benar-benar melaksanakan kurikulum baru. Inilah yang kemudian menjadi perdebatan selanjutnya, dengan waktu yang semakin dekat serta banyaknya jumlah guru di seluruh Indonesia dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda apakah pelatihan tersebut dapat berjalan efektif?
Guru yang Berkualitas
            Indonesia membutuhkan sosok pengajar yang aktif dan selalu berusaha memperbarui pengetahuannya, khususnya dalam mengetahui perkembangan terkini tentang dunia pendidikan. Termasuk tentang perencanaan perubahan kurikulum ini guru juga harus mengetahuinya. Guru harus mengetahui secara mendalam dan menyeluruh mengenai rencana perubahan kurikulum agar guru dapat memahami apa yang ingin dicapai dengan kurikulum 2013.
            Dengan mengetahui sedini mungkin dan mengikuti perkembangan penyusunan kurikulum baru, guru akan mempunyai gambaran terkait dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukanya saat kurikulum ini telah benar-benar disahkan. Sehingga pelatihan dan pengarahan yang diberikan oleh pemerintah nantinya akan bersifat sebagai penguat dan cross cek dari pengetahuan yang telah didapatnya di awal. Tugas pemerintah akan semakin ringan dan prosentase ketepatan tujuan semakin besar.
            Dinas pendidikan melalui pengawas serta kepala sekolah dapat membantu dalam memberikan informasi serta membantu mempersiapkan kondisi di lapangan. Selain itu jauh di luar posisi guru, perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) yang bertugas mendidik para calon guru juga harus memberikan pengetahuan seputar isu dunia pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak hanya pandai dalam penguasaan materi pelajaran, namun juga peka terhadap dunia pendidikan yang telah mereka pilih.
            Pengesahan kurikulum 2013 masih harus menempuh perjalanan yang panjang, namun dalam kurikulum ini peran sentral guru semakin nampak. Keberhasilan sebuah sistem pendidikan pada akhirnya akan ditentukan oleh kualitas guru. Guru dituntut untuk mampu menghadirkan pembelajaran yang berkualitas dan sempurna.
            Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pemerintah harus mencari jalan demi terciptanya sumber daya manusia pendidikan yang berkualitas. Bagi yang telah berprofesi sebagai guru, pemerintah dapat menanganinya dengan berbagai pelatihan keterampilan yang dilaksanakan secara kontinyu. Sedangkan bagi para calon guru, tugas LPTK untuk mendidik mereka sebagai calon guru yang memenuhi empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
            Semakin populernya profesi guru, diharapkan kualitas lulusan calon guru juga terjaga. Jangan sampai dari segi kuantitas meningkat, namun dari segi kualitas malah menurun. Karena pada dasarnya guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas.

Senin, 11 Maret 2013

ML


            Tindak pidana korupsi yang semakin meraja lela mendorong berbagai ketentuan hukum yang semakin ketat justru tidak menekan niatan mereka para oknum untuk mengurungkan niat melakukan tindakan korupsi. Justru mereka malah seakan mencari cara baru agar kejahatan mereka tidak dapat terendus oleh hukum.
            Trend baru yang selalu dilakukan oleh mereka para koruptor salah satunya adalah money laundering (ML) atau pencucian uang. Sesuai dengan arti secara harafiah mencuci yang dapat dimaknai membersihkan sesuatu dari yang mengotori. Ini berarti bahwa money laundering adalah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana melalui transaksi tertentu agar uang/harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. (Suara Merdeka: 16/2/13)
            Dijelaskan lebih lanjut bahwa modus money laundering ini terdiri dari 3 tahap:
  1. Tahap Placement
Harta dari pihak pidana/korupsi diubah kebentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan di sistem keuangan.
  1. Tahap Layering
Melakukan transaksi yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memecah harta hasil tindak pidana ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal dana tersebut.
  1. Tahap Final
Memasukkan kembali harta yang sudah kabur asal usulnya itu ke dalam harta kekayaan pribadi yang telah sah.
            Mereka selalu repot-repot untuk menyamarkan harta hasil korupsi. Sebenarnya kalau tidak mau repot ya tidak usah korupsi. Korupsi timbul karena ada niat dari pelaku. Iming-iming kekayaan yang melimpah dan tanpa usaha merupakan bujuk rayu setan yang selalu berhasil memperdaya manusia. Dibutuhkan mental yang kuat untuk melawan korupsi. Terkadang jika kita tidak mengikuti arus justru kita dikucilkan, dianggap sok suci lah atau malu-malu kucing lah. Berbagai kebiasaan ini yang akhirnya menjadikan korupsi sebagai hal yang lumrah dikalangan bawah hingga birokrat. Mulai yang recehan hingga trilyunan.
            Seakan tidak ada tempat yang aman lagi dari kata korupsi. Dana dari pemerintah pusat yang seharusnya menjadi dana bantuan untuk instansi yang berada di paling bawah terkadang disetiap tikungannya harus terpotong sedikit demi sedikit hingga akhirnya dana bantuan itu tidak utuh lagi ketika telah sampai di tujuan. Apa mau dikata, bantuan yang seharusnya digunakan untuk pembangunan proyek tidak dapat direalisasikan sesuai dengan perencanaan. Alhasil proyek tetap berjalan namun dengan besaran dana yang tidak sesuai kebutuhan, alias lebih mini. Kualitasnya? Jangan tanyakan soal itu!!
            Sampai kapan negeri ini akan terus-terusan seperti ini, dipenuhi para oknum yang tega menipu bangsa sendiri. KPK menjadi lembaga tempat kita menggantungkan harapan untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor. Namun penyakit korupsi yang seakan telah menjangkit hingga keakar negeri ini menjadikan pemberantasan mengantre.
            Rasanya terlalu berat jika semua ini harus kita berikan kepada KPK. Selain itu kasus-kasus yang ditangani KPK merupakan kasus yang sudah terjadi. Hal yang lebih baik lagi adalah tidak usah menunggu sampai terjadi kasus korupsi, namun harus selalu diupayakan tindakan pencegahan. Semua pemberitaan di layar kaca dan surat kabar menjadikan kita panas karena semua berisi tindakan menyimpang ini. Sedemikian parahkah mental warga negara kita sehingga mudah sekali tergiur iming-iming setan.
            Pendidikan karakter yang didengung-dengungkan di jajaran dunia pendidikan digadang-gadang sebagai bentuk memupuk para generasi muda agar tidak terkena bujuk rayu setan korupsi. Guru selalu memposisikan diri sebagai tameng utama yang siap membentengi anak didiknya dari pengaruh korupsi.
Jangan jadikan korupsi sebagai budaya. Kita harus mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mengupayakan tindakan pencegahan. Berikan bimbingan dan arahan sedini mungkin kepada anak kita agar mereka terbiasa melakukan kewajiban yang mereka miliki dan mengambil haknya sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Ini akan membiasakan dan memahamkan mereka bahwa tidak boleh mengambil hak milik orang lain demi keuntungan pribadi.
            Tanamkan akhlak mulia kepada mereka agar mereka mempunyai defense mechanism terhadap segala bentuk tindakan korupsi dan turunannya. Tidak bosankah anda melihat kejadian semacam ini selalu berulang kali terjadi? Moral bangsa dipertaruhkan, budaya saling menghormati akhirnya dipertanyakan. Jangan bilang bahwa “saya menghormati bapak, untuk itu ini sedikit bingkisan dari kami sebagai awal kerjasama proyek kita”. Saling menghormati macam apa ini.
            Buang semua masa lalu itu dan mari kita berjanji untuk membangun negeri ini tanpa kata korupsi. Siapkan anak kita terhadap tantangan masa depan yang akan lebih komplek lagi. Mungkin tantangan tersebut dapat berupa bentuk korupsi yang bertransformasi seiring perkembangan zaman. Buka mata mereka dengan apa yang terjadi saat ini agar mereka bisa menilai relitas yang sedang dijalani negeri ini. Sayangi Indonesia. Berkatalah jujur disetiap kesempatan yang kita miliki.