Senin, 15 April 2013

Kualitas Guru Kunci Keberhasilan Kurikulum 2013


            Berbagai permasalahan terkait dunia pendidikan di Indonesia sering menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Bagaimana tidak, karena pendidikan diakui sebagai modal awal untuk membentuk suatu bangsa yang berkualitas.
            Berawal dari anggapan tersebut maka segala hal mengenai perencanaan, pelaksanaan hingga pengelolaan dalam dunia pendidikan harus dilakukan dengan detail dan sebaik mungkin. Setelah RSBI yang kini episodenya telah berakhir, sekarang dunia pendidikan kita sedang tegang menanti kelahiran kurikulum baru.
            Terlepas dari pro dan kontra yang mengiringi proses perencanaan kurikulum ini, saat ini pemerintah melalui kemdikbud semakin mematangkan konsep kurikulum 2013 karena target pelaksanaannya semakin dekat.
            Konsep yang ditawarkan oleh kurikulum 2013 lebih bertujuan untuk menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Ini juga sekaligus sebagai evaluasi atas kurikulum sebelumnya yang dinilai lebih banyak menekankan aspek kognitifnya saja. Dengan seimbangannya ketiga aspek tersebut diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan masa depan yang akan dihadapi seiring perkembangan peserta didik.
            Di dalam kurikulum yang baru nantinya standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) akan terangkum dalam kompetensi inti (KI) yang terdiri dari empat KI yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga secara singkatnya, pembelajaran setiap mata pelajaran harus mampu dikaitkan kedalam empat KI tersebut. Pendidikan karakter yang sebelumnya menjadi suatu hal yang baru akan menjadi bagian yang utuh dalam kurikulum 2013.
            Selanjutnya, konsep yang sedemikian rapi ini menempatkan guru sebagai eksekutor di lapangan. Guru harus mampu menyajikan pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kurikulum 2013. Menyadari hal tersebut, pemerintah akan memberikan pelatihan kepada para guru sebelum benar-benar melaksanakan kurikulum baru. Inilah yang kemudian menjadi perdebatan selanjutnya, dengan waktu yang semakin dekat serta banyaknya jumlah guru di seluruh Indonesia dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda apakah pelatihan tersebut dapat berjalan efektif?
Guru yang Berkualitas
            Indonesia membutuhkan sosok pengajar yang aktif dan selalu berusaha memperbarui pengetahuannya, khususnya dalam mengetahui perkembangan terkini tentang dunia pendidikan. Termasuk tentang perencanaan perubahan kurikulum ini guru juga harus mengetahuinya. Guru harus mengetahui secara mendalam dan menyeluruh mengenai rencana perubahan kurikulum agar guru dapat memahami apa yang ingin dicapai dengan kurikulum 2013.
            Dengan mengetahui sedini mungkin dan mengikuti perkembangan penyusunan kurikulum baru, guru akan mempunyai gambaran terkait dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukanya saat kurikulum ini telah benar-benar disahkan. Sehingga pelatihan dan pengarahan yang diberikan oleh pemerintah nantinya akan bersifat sebagai penguat dan cross cek dari pengetahuan yang telah didapatnya di awal. Tugas pemerintah akan semakin ringan dan prosentase ketepatan tujuan semakin besar.
            Dinas pendidikan melalui pengawas serta kepala sekolah dapat membantu dalam memberikan informasi serta membantu mempersiapkan kondisi di lapangan. Selain itu jauh di luar posisi guru, perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) yang bertugas mendidik para calon guru juga harus memberikan pengetahuan seputar isu dunia pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak hanya pandai dalam penguasaan materi pelajaran, namun juga peka terhadap dunia pendidikan yang telah mereka pilih.
            Pengesahan kurikulum 2013 masih harus menempuh perjalanan yang panjang, namun dalam kurikulum ini peran sentral guru semakin nampak. Keberhasilan sebuah sistem pendidikan pada akhirnya akan ditentukan oleh kualitas guru. Guru dituntut untuk mampu menghadirkan pembelajaran yang berkualitas dan sempurna.
            Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pemerintah harus mencari jalan demi terciptanya sumber daya manusia pendidikan yang berkualitas. Bagi yang telah berprofesi sebagai guru, pemerintah dapat menanganinya dengan berbagai pelatihan keterampilan yang dilaksanakan secara kontinyu. Sedangkan bagi para calon guru, tugas LPTK untuk mendidik mereka sebagai calon guru yang memenuhi empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
            Semakin populernya profesi guru, diharapkan kualitas lulusan calon guru juga terjaga. Jangan sampai dari segi kuantitas meningkat, namun dari segi kualitas malah menurun. Karena pada dasarnya guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas.

Senin, 11 Maret 2013

ML


            Tindak pidana korupsi yang semakin meraja lela mendorong berbagai ketentuan hukum yang semakin ketat justru tidak menekan niatan mereka para oknum untuk mengurungkan niat melakukan tindakan korupsi. Justru mereka malah seakan mencari cara baru agar kejahatan mereka tidak dapat terendus oleh hukum.
            Trend baru yang selalu dilakukan oleh mereka para koruptor salah satunya adalah money laundering (ML) atau pencucian uang. Sesuai dengan arti secara harafiah mencuci yang dapat dimaknai membersihkan sesuatu dari yang mengotori. Ini berarti bahwa money laundering adalah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana melalui transaksi tertentu agar uang/harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. (Suara Merdeka: 16/2/13)
            Dijelaskan lebih lanjut bahwa modus money laundering ini terdiri dari 3 tahap:
  1. Tahap Placement
Harta dari pihak pidana/korupsi diubah kebentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan di sistem keuangan.
  1. Tahap Layering
Melakukan transaksi yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memecah harta hasil tindak pidana ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal dana tersebut.
  1. Tahap Final
Memasukkan kembali harta yang sudah kabur asal usulnya itu ke dalam harta kekayaan pribadi yang telah sah.
            Mereka selalu repot-repot untuk menyamarkan harta hasil korupsi. Sebenarnya kalau tidak mau repot ya tidak usah korupsi. Korupsi timbul karena ada niat dari pelaku. Iming-iming kekayaan yang melimpah dan tanpa usaha merupakan bujuk rayu setan yang selalu berhasil memperdaya manusia. Dibutuhkan mental yang kuat untuk melawan korupsi. Terkadang jika kita tidak mengikuti arus justru kita dikucilkan, dianggap sok suci lah atau malu-malu kucing lah. Berbagai kebiasaan ini yang akhirnya menjadikan korupsi sebagai hal yang lumrah dikalangan bawah hingga birokrat. Mulai yang recehan hingga trilyunan.
            Seakan tidak ada tempat yang aman lagi dari kata korupsi. Dana dari pemerintah pusat yang seharusnya menjadi dana bantuan untuk instansi yang berada di paling bawah terkadang disetiap tikungannya harus terpotong sedikit demi sedikit hingga akhirnya dana bantuan itu tidak utuh lagi ketika telah sampai di tujuan. Apa mau dikata, bantuan yang seharusnya digunakan untuk pembangunan proyek tidak dapat direalisasikan sesuai dengan perencanaan. Alhasil proyek tetap berjalan namun dengan besaran dana yang tidak sesuai kebutuhan, alias lebih mini. Kualitasnya? Jangan tanyakan soal itu!!
            Sampai kapan negeri ini akan terus-terusan seperti ini, dipenuhi para oknum yang tega menipu bangsa sendiri. KPK menjadi lembaga tempat kita menggantungkan harapan untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor. Namun penyakit korupsi yang seakan telah menjangkit hingga keakar negeri ini menjadikan pemberantasan mengantre.
            Rasanya terlalu berat jika semua ini harus kita berikan kepada KPK. Selain itu kasus-kasus yang ditangani KPK merupakan kasus yang sudah terjadi. Hal yang lebih baik lagi adalah tidak usah menunggu sampai terjadi kasus korupsi, namun harus selalu diupayakan tindakan pencegahan. Semua pemberitaan di layar kaca dan surat kabar menjadikan kita panas karena semua berisi tindakan menyimpang ini. Sedemikian parahkah mental warga negara kita sehingga mudah sekali tergiur iming-iming setan.
            Pendidikan karakter yang didengung-dengungkan di jajaran dunia pendidikan digadang-gadang sebagai bentuk memupuk para generasi muda agar tidak terkena bujuk rayu setan korupsi. Guru selalu memposisikan diri sebagai tameng utama yang siap membentengi anak didiknya dari pengaruh korupsi.
Jangan jadikan korupsi sebagai budaya. Kita harus mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mengupayakan tindakan pencegahan. Berikan bimbingan dan arahan sedini mungkin kepada anak kita agar mereka terbiasa melakukan kewajiban yang mereka miliki dan mengambil haknya sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Ini akan membiasakan dan memahamkan mereka bahwa tidak boleh mengambil hak milik orang lain demi keuntungan pribadi.
            Tanamkan akhlak mulia kepada mereka agar mereka mempunyai defense mechanism terhadap segala bentuk tindakan korupsi dan turunannya. Tidak bosankah anda melihat kejadian semacam ini selalu berulang kali terjadi? Moral bangsa dipertaruhkan, budaya saling menghormati akhirnya dipertanyakan. Jangan bilang bahwa “saya menghormati bapak, untuk itu ini sedikit bingkisan dari kami sebagai awal kerjasama proyek kita”. Saling menghormati macam apa ini.
            Buang semua masa lalu itu dan mari kita berjanji untuk membangun negeri ini tanpa kata korupsi. Siapkan anak kita terhadap tantangan masa depan yang akan lebih komplek lagi. Mungkin tantangan tersebut dapat berupa bentuk korupsi yang bertransformasi seiring perkembangan zaman. Buka mata mereka dengan apa yang terjadi saat ini agar mereka bisa menilai relitas yang sedang dijalani negeri ini. Sayangi Indonesia. Berkatalah jujur disetiap kesempatan yang kita miliki.

Senin, 18 Februari 2013

Bersikap Bijak Terhadap Kebutuhan


            Sebuah pemandangan yang penuh sesak di sebuah pusat perbelanjaan ketika akhir pekan menjadi suatu hal yang biasa kita lihat. Akhir pekan memang sebuah hari yang menyenangkan untuk dinikmati bersama keluarga sebagai penyegaran setelah beberapa hari selalu berkutat dengan pekerjaan. Hanya sekedar jalan-jalan atau membeli beberapa barang yang dibutuhkan.
            Manusia hidup tidak lepas dari berbagai kebutuhan. Hingga pada pelajaran IPS ekonomi kita mengingat sebuah materi pelajaran tentang kebutuhan manusia. Kebutuhan yang secara tingkat kepentingannya sering kita sebut dengan kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Melalui penggolongan tersebut sangat jelas terlihat urutan mana yang harus diprioritaskan dan mana yang dapat ditunda.
            Namun sayangnya dengan pola kehidupan sekarang ini yang menuntut orang untuk dinamis justru membuat seseorang menjadi pribadi yang konsumtif. Terkadang hal tersebut menjadikan kita lupa mana yang menjadi kebutuhan pokok dan mana yang merupakan kebutuhan tersier. Kebutuhan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kemapanan seseorang. Tentunya hal itu tidak perlu dirisaukan jika memang orang telah mencapai kemapanan tersebut, namun bagaimana jika pandangan hidup yang dinamis ini menjadikan seseorang yang belum waktunya untuk memiliki semua itu untuk memaksakan diri.
            Melalui tingginya tingkat konsumsi masyarakat kita inilah yang kemudian menjadikan para investor merasa yakin untuk menjadikan Indonesia sebagai bidikan target pemasaran produk mereka. Banyak mall, mini market serta outlet-outlet dari berbagai macam produk tersebar dan terus berkembang. Serta pada perkembangan selanjutnya muncul berbagai fasilitas pembiayaan seperti kartu kredit, cicilan serta diskon yang mampu menghadirkan kemudahan dalam proses kepemilikan barang. Berbagai kemudahan tersebut menjadikan beberapa dari masyarakat kita seakan membudayakan sikap konsumtif.
            Ironisnya lagi yaitu jika kita bandingkan jumlah barang yang kita konsumsi selama ini kebanyakan masih merupakan barang import. Terlepas dari masih rendahnya kesadaran masyarakat kita untuk lebih menghargai barang lokal, namun juga dari segi kualitas kita masih belum dapat menyediakan barang yang sepadan dengan kualitas barang import sehingga masyarakat kita lebih memilih untuk menetapkan pilihan mereka kepada barang import. Bagaimanapun itu kualitasnya, saya rasa sudah saatnya kita mempercayai produk bangsa kita sendiri. Jangan sampai industri kreatif anak negeri justru hidup segan mati tak mau, di negerinya sendiri.
Skala prioritas
            Saya rasa dalam menentukan berbagai macam kebutuhan hidup kita harus bersikap tegas. Kita harus memahami secara cermat mana kebutuhan yang memang benar-benar kita butuhkan dan mana kebutuhan yang hanya bersifat hiburan saja. Melalui skala prioritas inilah kita mampu menilai bahwa kita dapat memiliki barang tersebut sebagai kebutuhan pelengkap saat seluruh kebutuhan pokok kita untuk menunjang kehidupan telah mampu kita penuhi semua. Apalah artinya jika kebutuhan yang memang benar-benar pokok untuk kita justru tidak terpenuhi dan kebutuhan yang bersifat pelengkap malah kita penuhi.
            Mengikuti perkembangan zaman bukan berarti menjadikan kita harus memiliki apa yang sedang menjadi trend saat ini. Ikutilah perkembangan dengan bijak, artinya kita tahu kemampuan diri kita seberapa. Bukan berarti kita menolak perkembangan, namun setidaknya kita mampu mengikuti berbagai trend tersebut tanpa mengesampingkan kebutuhan pokok. Di satu sisi kita menemukan orang yang bersusah-payah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun di sisi lain kita juga menemukan seseorang yang mempunyai uang yang cukup dengan mudah membeli barang yang diingingkan. Inilah realita yang terjadi saat ini. Sebuah pemandangan yang mencerminkan bagaimana perkembangan zaman dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat.
            Sejatinya usaha yang dilakukan untuk menuju ketercapaian suatu kebutuhan adalah kerja keras. Kita tidak akan mampu mewujudkan cita-cita untuk mencukupi kebutuhan tanpa adanya usaha dan kerja keras, namun itu bukan berarti jika kita telah mampu mencukupi segalanya maka kita berhak menikmatinya dengan sesuka hati. Pengendalian diri dan bersahaja kemudian kembali lagi kepada diri kita sendiri yang menentukan.

Rabu, 06 Februari 2013

Termotivasi dari Label RSBI


            Putusan MK yang menetapkan RSBI sebagai bentuk liberalisasi pendidikan merupakan sebuah kabar yang menghentak bagi Kemendikbud. Bagaimana tidak, program yang dirintis sejak 2006 dan telah menghasilkan sebanyak 1.397 sekolah diseluruh Indonesia kini harus dihentikan.
            RSBI sejatinya dibentuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan negara Indonesia. Saya yakin kita semua sependapat bahwa saat ini sistem pendidikan Indonesia harus dirubah untuk dapat membentuk pribadi Indonesia yang tangguh. Dari titik inilah kemudian lahir Namun pada perjalanannya, ternyata program RSBI justru dinilai menciptakan sekat pemisah antara program reguler dan RSBI.
            Program RSBI selanjutnya dikawal dengan berbagai peraturan yang ketat. Melalui berbagai peraturan tersebut diharapkan dapat membentengi pelaksanaan RSBI dari segala macam bentuk liberalisasi yang mungkin dapat terjadi. Peraturan tersebut antara lain menyebutkan minimal 20% tiap kelas program RSBI merupakan siswa dari kalangan menengah ke bawah, dalam segi pembiayaan pemerintah juga masih menyediakan anggaran untuk biaya operasional sekolah.
            Pihak sekolah tidak dapat serta merta disalahkan, karena sekolah adalah pelaksana dan merupakan kewajiban sekolah untuk mensukseskan setiap program yang digagas pemerintah. Pesona program RSBI menarik minat yang sangat tinggi bagi orang tua untuk mendaftarkan anak ke sekolah RSBI. Hal ini wajar karena setiap orang tua menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan terbaik. Tentunya menjadi kewajiban sekolah untuk mewadahi keinginan tersebut.
             Program RSBI sebenarnya tidak luput dari evaluasi pemerintah. Berbagai kekurangan masih banyak ditemukan selama program berjalan. Perbaikan, penyempurnaan serta teguran kepada sekolah yang mempunyai catatan buruk juga sering mewarnai hasil evaluasi. Namun siapa sangka bahwa penyempurnaan tersebut tidak dapat dilaksanakan terus menerus karena pada tahun ajaran mendatang program RSBI dinyatakan ditutup.
Hak yang Sama
            Pendidikan mempunyai posisi yang penting dalam membangun sebuah bangsa. Pemerintah telah menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Berbicara mengenai pendidikan, maka tidak terdapat hal khusus atau istimewa yang membedakan siswa satu dengan yang lainnya. Pendidikan tidak mengenal kasta, dimana terdapat kelas berfasilitas khusus dan berfasilitas biasa. Kualitas pendidikan bukanlah sesuatu layaknya kegiatan jual-beli yang diperoleh sesuai dengan seberapa besar modal yang kita miliki.
            Apabila pemerintah ingin melaksanakan program sekolah bertaraf internasional, saya rasa program tersebut hendaknya diterapkan untuk semua sekolah di Indonesia. Tidak hanya sekedar beberapa sekolah saja seperti sekarang. Sebenarnya itulah yang ingin dicapai oleh pemerintah, namun karena dirasa pemerintah belum mampu untuk mewujudkan seluruh sekolah di Indonesia sebagai sekolah bertaraf internasional maka cita-cita tersebut dilaksanakan secara bertahap melalui program RSBI.
            Pemerintah harus mendorong dan membina seluruh sekolah agar mampu melaksanakan program tersebut. Melalui cara ini maka tidak akan timbul sekat pemisah antara sekolah reguler dan sekolah khusus. Selain itu nantinya seluruh sekolah di Indonesia akan berkembang menjadi sekolah yang baik dan tentunya tidak akan ada perbedaan perlakuan yang diberikan kepada masing-masing siswa, karena semua siswa berhak untuk mendapatkan pembelajaran yang sama. Untuk menuju kearah sekolah yang berkualitas, hal utama yang perlu dipersiapkan adalah sumber daya manusianya. Saat ini pelatihan dan pembinaan kepada para guru memang telah dilakukan, namun pelaksanaan pelatihan dan pembinaan ini masih jauh dari cukup. Pelatihan yang diberikan seharusnya dilakukan secara berkesinambungan. Dengan pelatihan yang dilakukan terus menerus dan terdapat target yang ingin dicapai saya yakin akan menghasilkan peningkatan mutu pendidik. Ketika para pendidik telah mempunyai mutu yang tinggi, selanjutnya merupakan hal yang mudah untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas dari pendidik yang berkualitas.
             Dari berbagai kekurangan dalam pelaksanaan program RSBI, terdapat sisi positif yang dapat kita amati. Pihak sekolah berlomba untuk meningkatkan mutu sekolah mulai dari tenaga pendidik hingga kelengkapan sarana dan prasarana untuk memperoleh label RSBI. Inilah yang harus kita apresiasi. Sekolah telah berusaha keras untuk mewujudkan perbaikan yang sempurna. Hal ini membuktikan keseriusan sekolah untuk memperbaiki diri. Namun selanjutnya harapan kita walaupun tanpa label RSBI, hal seperti ini selalu dilakukan sekolah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh siswa.