Kamis, 14 Agustus 2014

Pemenang Dalam Kategori Berbeda

     10 Agustus 2014 saya mendampingi salah dua siswa dari sekolah Kami untuk mengikuti lomba kompetensi siswa (LKS) SMK tingkat kota Semarang. Ini boleh dikatakan sebagai lomba mata pelajaran, atau olimpiade jika pada tingkatan SMA. Suasana tegang dan serius nampak dari seluruh raut wajah peserta, walau pun saat itu masih serangkaian acara pembukaan oleh panitia.
    Banyak hal serta pengalaman yang saya dapatkan sebagai seorang guru pembimbing. Bagi saya, gelar juara 1, 2 dan 3 bukanlah tujuan akhir yang ingin saya tetapkan. Hal ini mengingat sekolah lain memiliki persiapan yang jauh lebih matang dengan dukungan sarana dan prasarana serta kesempurnaan pengajaran ditiap  kegiatan belajar mengajar (KBM) setiap harinya. Bukan berarti saya pesimis, hanya saja mencoba untuk bersikap realistis dengan keadaan yang ada. Ya ..... itu semua memang menjadi kebanggaan tersendiri jika siswa kita mampu membawa pulang salah satu dari gelar juara tersebut. Namun saya merasa ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar membawa pulang gelar juara 1, 2 dan 3.
        Melihat siswa pilihan kita belajar dengan sungguh-sungguh, melihat bagaimana mereka berjuang sekuat tenaga dan pikiran, serta melihat bagaimana mereka berniat untuk memberikan yang terbaik untuk sekolahnya, semua itu adalah kemenangan yang jauh lebih bermakna. Dengan segala kesulitan mengerjakan soal yang disusun oleh panitia lomba, mereka dengan berkeyakinan kuat tetap bertahan dan menunjukkan semangat juang yang tinggi. Menyerah dan putus asa sama sekali tidak ada di raut wajah mereka.
       Dari kegiatan lomba semacam ini justru saya menemukan sebuah pemikiran bahwa setiap siswa memiliki kemampuan dan kecerdasan level mereka masing-masing. Artinya semua materi perlombaan mungkin bisa saja kita "drill-kan" kepada mereka. Namun sebagai seorang guru jika kita cukup jeli, maka selama proses persiapan lomba kita akan menemukan sisi lain dari kecerdasan yang dimiliki siswa. Sisi lain inilah yang kita gunakan sebagai "daya ledak". Saya sebut  sebagai daya ledak karena inilah yang akan kita gunakan untuk mengoptimalkan siswa dalam mengerjakan seluruh rangkaian soal selama perlombaan. Jadi bisa saja siswa lemah di satu hal, tetapi kuat dihal yang lain. Kemudian alasan yang lainnya dan menurut saya ini adalah alasan yang paling penting adalah sebagai daya ledak kelak ketika mereka tumbuh sebagai individu yang benar-benar mandiri. Dengan kata lain, daya ledak ini adalah memunculkan potensi siswa yang sebelumnya belum tampak atau pun sudah nampak akan tetapi masih samar-samar.
       Memunculkan potensi, inilah poin yang saya anggap penting. Jika kita hanya menargetkan juara 1, 2 atau 3 saja maka ada dua kemungkinan yang akan kita dapatkan. Pertama, rasa senang dan bangga jika kita berhasil memperoleh salah satu juara. Kedua, rasa kecewa jika ternyata hasil akhir perlombaan tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan. Dari kedua kemungkinan tersebut saya rasa lomba-lomba semacam ini hanya akan menjadi sebuah ajang adu kepintaran antar sekolah, dan efek jangka panjangnya? Masih tetap sama: rasa bangga bagi para juara dan rasa kecewa bagi mereka yang tidak mendapat urutan tiga besar. Namun akan menjadi beda ceritanya jika kita memandang lomba ini sebagai moment untuk memberikan pengalaman kepada siswa kita. Pengalaman, kata tersebut memang sering dilontarkan oleh guru kepada siswa yang ditunjuk mewakili lomba, tetapi sayang kata tersebut tidak banyak yang mendalami maknanya.
     Saya rasa akan lebih sempurna lagi jika pemaknaan kata pengalaman tersebut dipadukan dengan penggalian potensi siswa. Jadi urutan keberapa pun siswa dalam pengumuman hasil lomba, hal itu tidak menjadi masalah karena siswa akan benar-benar tahu tentang potensi yang selama ini dimilikinya. Efek jangka panjangnya? Mereka tidak akan terlarut dalam kesedihan jika ternyata urutan tiga besar bukanlah dirinya. Bahkan dengan kegigihan dan kesungguhan dalam mempersiapkan sesuatu, potensi yang sudah tergali, pengalaman merasakan suasana perlombaan, saling sharing antar peserta, akan mampu membangaun kepercayaan diri yang luar biasa hebat. Saya yakin hal yang demikian tidak akan berhenti setelah perlombaan usai, justru kemampuan mereka akan selalu berkembang seiring perkembangan usia mereka. Sungguh pengalaman yang komplit bukan?
     Jika kita sebagai guru mampu menangani lomba semacam ini dengan baik, tentunya kita akan menargetkan sebuah target jangka panjang. Apakah itu? Itu adalah bagaimana sebuah perlombaan dapat digunakan sebagai pengembangan diri siswa kelak ketika mereka mulai meniti masa depan. Sadarkah kita? Ternyata lomba juga bermuatan pendidikan karakter rupanya.
      Artikel ini saya persembahkan kepada Fiona Yustine Siahaan dan Ade Oktaviani yang sudah memberikan seluruh kemampuannya selama mengikuti perlombaan. Proses perjuangan kalian sungguh luar biasa, dari kalian saya belajar dan berhasil mengungkap semua ini. Bagi saya kalian adalah juara. Sedikit mengutip dari perkataan Fiona "Tidak perlu sampai pada tingkatan juara. Kita hanya ingin disetiap perlombaan sekolah kita ada peningkatan."
         Terima kasih telah membawa peningkatan bagi sekolah kita tercinta, akan tetapi justru peningkatan itu saya melihat ada juga pada kalian.

Rabu, 09 Juli 2014

Memilih Sekolah Berkualitas

            Kita selalu menemukan hal unik ketika membahas mengenai bagaimana sebenarnya sekolah yang berkualitas. Hal ini saya rasa tepat untuk kita kaji bersama mengingat tahun ajaran baru akan dimulai beberapa bulan lagi dan saat ini masing-masing sekolah sudah mempersiapkan diri untuk melaksanakan kegiatan penerimaan peserta didik baru.
             Seluruh rangkaian kegiatan tersebut tentunya berujung pada orang tua sebagai orang yang akan memilih dimana anak disekolahkan. Di awal saya katakan kita akan banyak menemui hal unik misalnya sebagai berikut, ada pendapat bahwa sekolah yang berbiaya mahal adalah sekolah yang bermutu bagus. Jika memang benar demikian lantas apakah kemudian sekolah yang memasang tarif terjangkau bahkan yang bertuliskan bebas uang gedung adalah kategori sekolah yang sebaliknya?
            Sebagai orang tua pasti berkeinginan anaknya memperoleh pendidikan yang terbaik. Namun tidak dipungkiri bahwa faktor yang menjadi pertimbangan orang tua sangat banyak. Seperti halnya masalah biaya, lingkungan, reputasi sekolah, harapan setelah anak lulus merupakan hal yang dipikirkan orang tua sebelum memantapkan pilihan pada satu sekolah. Jangan sampai orang tua telah mengeluarkan biaya banyak tetapi merasa salah pilih.
            Sekolah yang berkualitas oleh Syafaruddin (2002: 91) dapat kita sebut sebagai sekolah yang efektif. Dimana terdapat tiga sudut pandang yang dapat mengkategorikan sekolah sebagai sekolah yang efektif. Pertama, organisasi sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi efektivitas kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru, dukungan staf yang baik, pembiayaan yang cukup, sarana prasarana yang memadahi serta iklim sekolah yang baik. Sedangkan faktor eksternal meliputi dukungan dewan sekolah, industri, pemerintah dan masyarakat.
            Kedua, interaksi kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan. Ketiga, hasil atau prestasi yang dapat diukur dan dapat dikaitkan dengan mutu. Dari ketiga sudut pandang tersebut orang tua dapat menilai sejauh mana upaya yang telah dilakukan oleh sekolah dalam mencapai kategori sekolah efektif. Untuk dapat menilai semua hal tersebut maka sudah tentu orang tua perlu mendapatkan sumber informasi yang jelas.
Fungsi Ganda
            Terkait dengan sumber informasi, orang tua dapat mengatakan sekolah tersebut berkualitas atau tidak biasanya berawal dari opini yang berkembang di masyarakat. Opini ini merupakan penilaian atas apa yang dicerminkan sekolah dan mampu ditangkap oleh masyarakat. Dari ketiga sudut pandang yang telah disebutkan di atas saya melihat hal ini mempunyai fungsi ganda. Selain sebagai tolok ukur orang tua untuk menilai sekolah, sisi lainnya yaitu dapat digunakan oleh pihak sekolah untuk memperbaiki diri.
            Maksudnya adalah sebagai berikut, jika sekolah ingin dipandang sebagai sekolah yang berkualitas maka semua faktor yang telah disebutkan tadi harus dipenuhi dan dilaksanakan terlebih dahulu dengan baik. Perbaikan manajemen perlu dilakukan terus menerus sehingga sekolah memiliki kemantapan program. Pengelolaan yang baik serta program-program yang bermutu selanjutnya dapat disebut sebagai keunggulan yang dimiliki sekolah.
Ketika semua telah dilaksanakan dengan baik, maka selanjutnya sekolah berkewajiban untuk mempublikasikan keunggulan tersebut kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan manfaat jangka panjangnya masyarakat akan mengetahui kualitas yang dimiliki sekolah sehingga mempercayakan pendidikan anak kepada sekolah kita.
Publikasi atau promosi inilah yang saya rasa sampai saat ini masih belum mampu dilakukan oleh sekolah dengan sempurna. Ketika mendekati tahun ajaran baru seperti sekarang, di tepi jalan kita melihat banyak sekali spanduk dari berbagai sekolah. Selain itu ada juga kegiatan presentasi ke sekolah-sekolah, serta pembagian brosur kepada para siswa yang baru lulus. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar prosentase keberhasilan menarik minat siswa untuk mendaftar di sekolah kita dengan cara tersebut?
Bukan berarti cara-cara tersebut tidak perlu dilakukan, hanya saja yang lebih penting untuk dilakukan adalah menemukan cara publikasi keunggulan sekolah secara kontinyu bukan hanya saat menjelang tahun ajaran baru. Cara-cara tersebut tentunya harus lebih efektif. Beberapa cara lain misalnya mengadakan open house yang diisi dengan lomba-lomba antar sekolah, bazaar, serta tampilan hasil kreasi siswa.
Jika cara tersebut dinilai memerlukan biaya yang besar sekolah dapat menggunakan model yang berbasis IT, contohnya dengan memanfaatkan layanan internet kita dapat membuat website, blog, bahkan akun jejaring sosial sekolah. Melalui cara tersebut kita dapat dengan mudah menginformasikan kepada masyarakat seluruh kegiatan dan program yang dimiliki sekolah.
Semua cara tersebut bertujuan untuk mempermudah orang tua dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Namun publikasi yang dilakukan tentunya harus berdasarkan realita yang ada. Untuk menuju sekolah yang memiliki kegiatan pembelajaran yang bagus, sarana dan prasarana memadahi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun jika sekolah mampu mengoptimalkan perannya dengan membangun kerja sama dengan pihak lain, maka biaya pendidikan yang terjangkau dan memiliki kualitas sekolah yang bagus bukanlah impian belaka.

Sabtu, 21 Juni 2014

Pendidikan Tak Hanya Milik Sekolahan*



            Saat peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei yang lalu, terdapat sedikit pertanyaan yang mengganjal di benak saya. Saya bertanya kepada diri sendiri sebenarnya apa makna dari kata pendidikan? Sejenak hal tersebut menjadikan saya berpikir karena rasa-rasanya peringatan hari pendidikan nasional hanya milik mereka yang lekat dengan dunia pendidikan, misalnya saja siswa, guru dan instansi pendidikan.
            Sekilas memang mereka yang dekat dengan praktik dunia pendidikan secara langsung. Namun dari pemahaman ini seakan saya menemukan adanya penyempitan makna. Hal ini tidak terlepas dari pandangan masyarakat kita yang hingga saat ini pendidikan dimaknai sebagai kegiatan yang berhubungan dengan sekolah. Sehingga secara singkatnya, jika seseorang sudah tidak lagi mengenyam bangku sekolah maka berakhir pula tugas pendidikannya.
            Untuk mengupas hal ini mari kita gunakan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. UU tersebut mengatur segala hal mengenai seluk beluk penyelenggaraan pendidikan. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
            Dalam pengertian tersebut jelas sekali kita tidak menemukan kata atau hal yang menyinggung tentang SD, SMP, SMA atau bahkan perguruan tinggi. Hal yang demikian itu disebut sebagai jenjang pendidikan, yaitu tahapan pendidikan yang yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Sehingga kurang tepat jika pendidikan hanya dihubungkan dengan sekolah.
            Yang saya tangkap dari pengertian di atas megenai hakikat pendidikan adalah pendidikan merupakan usaha penyiapan diri atas lingkungan yang selalu berkembang, dengan pendidikan kita dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat, dan pendidikan itu berlangsung seumur hidup. Inilah inti yang harus selalu diingat bersama, bahwa pendidikan itu tidak bergantung sampai dimana jenjang yang telah kita lalui dan pendidikan akan selalu berlangsung selama seseorang masih membutuhkan perkembangan dalam kehidupannya.
Pemaknaan Mendalam
            Pendidikan sejatinya mengajak kita untuk aktif mengembangkan diri. Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar. Proses dimana seseorang akan bertambah pengetahuan serta keterampilannya. Belajar ini juga tidak terdapat batasan, terutama batasan jenjang dan usia. Paulo Freire seorang pemikir pendidikan asal Brasil mengemukakan tujuan pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia.
            Jika kita telaah lebih mendalam, maka kita akan menemukan hubungan dengan penjelasan di awal bahwa pendidikan itu meningkatkan akan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. Sampai di sini saya kembali menemukan hal yang menurut saya unik, jika kita saksikan berita terhangat mengenai kekerasan dan perilaku menyimpang yang terjadi di dunia pendidikan, jelas ini bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Paulo Freire. Pendidikan itu mengangkat derajad manusia, bukan justru sebaliknya.
            Sudah saatnya kita untuk mengembalikan hakikat pendidikan Indonesia sesuai aslinya. Karena yang terjadi saat ini hanyalah pembanggaan atas jenjang yang telah dicapai, bukan kemampuan apa yang dimiliki dari hasil menempuh pendidikan. Para guru harus menyadari hal ini sehingga pemberian motivasi untuk selalu belajar kepada siswa dapat dilakukan secara kontinyu. Bukan hanya sekedar mengejar peringkat kelas, tetapi juga bagaimana menjadikan siswa untuk selalu menjadikan belajar sebagai kebutuhannya.
            Jangan lupa bahwa jalur pendidikan meliputi pendidikan formal, nonformal serta informal. Sehingga semakin jelas bahwa urusan pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga masyarakat, hingga pada satuan terkecil dan inti yaitu keluarga bertanggung jawab dalam pendidikan informal.
            Jelas sudah bahwa pendidikan bukan hanya milik mereka yang berkecimpung di sekolah, tetapi semua memiliki peran dalam memajukan pendidikan. Implikasi dari pemaknaan pendidikan secara menyeluruh ini adalah sebagai berikut: pertama bagi para siswa yang sebentar lagi lulus tetapi dari faktor keuangan tidak mencukupi untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, masih banyak jalur pendidikan yang dapat dipilih. Yang paling utama kita memiliki semangat belajar yang tinggi, sehingga dari mana pun sumbernya kita masih dapat menambah pengetahuan.
            Kedua, bagi para orang tua maka sudah seharusnya mereka memberikan perhatian dan bimbingan penuh kepada anak sebagai bentuk pendidikan informal. Ketiga, bagi para panitia MOS atau Ospek dalam tahun ajaran baru mendatang harus bisa memberikan program pengenalan kepada juniornya dengan baik, karena mereka datang dengan niat untuk belajar. Keempat, ketika longlife education telah benar-benar tertanam kuat pada generasi muda, maka pendidikan untuk peradaban Indonesia yang unggul seperti tema hardiknas 2014 akan dapat terwujud.

* Publikasi ulang dari koran Barometer edisi 24 Mei 2014.

Selasa, 22 April 2014

Berkali-Kali Mendayung Baru Satu Pulau Terlewati

            Sehari tanpa internet kalau diibaratkan dengan peribahasa seperti sayur tanpa garam. Sedangkan dengan peribahasa yang lain itu: seperti burung tanpa sayap, bagaikan laut tanpa air atau bagaikan pohon tanpa buah. Banyak sekali peribahasa yang dapat menggambarkan betapa bingungnya kita sebagai manusia jikalau sehari saja tidak koneksi internet.
            Kalau boleh saya perupamakan lagi, ini mirip dengan keadaan dimana kita sehari tanpa listrik. Kacau ..... Padahal jika kita meruntut jauh kemasa lalu sebelum ditemukannya listrik, manusia masih baik-baik saja. Ini juga sama, ketika internet belum booming seperti sekarang, semua umat manusia masih bisa menjalankan hidupnya dengan baik.
 Pada tahun 2014 di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia mendapat predikat negara pengguna internet terbesar. Oke itu saja belum cukup, mari kita lihat lagi survey Data Global Web Index, lagi-lagi Indonesia berprestasi sebagai negara yang memiliki pengguna sosial media yang paling aktif di Asia. Indonesia memiliki 79,7% user aktif di sosial media mengalahkan Filipina 78%, Malaysia 72% dan Cina 67%.
Kita akan melihat korelasi positif ketika tingkat keaktifan tersebut kita sandingkan dengan data seperti yang dilansir dari bebmem.com yaitu sebuah situs portal teknologi dan sosial media, yang menemukan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan user untuk mengakses sosial media di Indonesia sekitar 2 jam 54 menit setiap harinya. So masih bertanya bagaimana jika manusia sehari tanpa koneksi internet?
Mengirim data kerjaan, mengakses berita, belanja, sampai dengan menjalin pertemanan, berkat internet semua berjalan dengan lancar. Ini merupakan bukti bahwa Internet saat ini menjadi salah satu kebutuhan semi pokok bagi kaum modern. Internet dengan cepat dan mudah memasuki kehidupan kita.
Sehari tanpa internet? Ini yang saya bayangkan:
1.      Pekerja kantor:
-   Petugas Bank akan sulit mengakses riwayat perbankan nasabah ketika akan melakukan BI checking kepada calon penerima kredit.
-   Pengiriman surat kepada kantor lain akan dilakukan dengan “cara lama”. Tulis suratnya, masukkan ke amplop, kirim melalui jasa pengiriman, sehari kemudian baru sampai.
-   Ketika koneksi internet terputus maka transaksi keuangan kantor akan dilakukan dengan face to face kepada pihak yang bersangkutan.
2.      Mahasiswa:
-     Perpustakaan akan semakin penuh dengan mahasiswa karena mereka mencari buku untuk referensi tugas makalah.
-    Pengisian KRS akan dilakukan secara manual dengan datang ke kampus, mengisi formulir dan menyerahkan ke loket. Pada hal jarak rumah ke kampus sangat jauh dan berpotensi macet.
-         Pengumpulan tugas kuliah juga harus dilakukan di meja dosen karena email eror.
3.      Ibu-ibu muda:
-    Ibu-ibu muda akan kesulitan mengecek harga real time investasi emasnya hari ini karena situs Antam tidak dapat diakses.
-     Ibu-ibu muda akan sedikit direpotkan dalam hal belanja karena online shop sedang tidak melayani penjualan.
-    Waktu luangnya di rumah akan banyak diisi dengan menyaksikan acara infotainment karena facebook, twitter, path dan BBM down.
4.      Panitia lomba menulis:
-    Sulit untuk menyebarkan info lomba yang diselenggarakan karena harus dilakukan secara manual: membuat poster dan ditempel ditempat-tempat umum. Semakin sedikit poster yang ditempel maka semakin sedikit pula orang yang mengetahui lomba tersebut. Namun semakin banyak poster yang ditempel tetapi hanya di satu area, maka kesempatan daerah lain untuk mengikuti lomba akan tertutup.
5.      Saya:
-   Kalau koneksi internet putus satu hari saja, maka saya tidak akan mendapat update event lomba menulis.

Internet dengan segala keistimewaannya begitu cepat berubah menjadi sosok yang selalu kita butuhkan. Apa pun itu yang kita lakukan dengan internet, semoga kita dapat memanfaatkannya dengan produktif. Demi terwujudnya Millenium Development Goals (MDG) separuh dari rakyat Indonesia harus melek internet pada tahun 2015.

62 Tahun Erlangga Berbakti Untuk Negeri




Indonesia negara berkembang. Bukan negara yang akan tumbang. Rakyatnya selalu berjuang, walau hambatan selalu datang.

Kata orang kita memiliki banyak keterbatasan. Banyak yang berpendapat kita selalu berpangku tangan. Kata orang lagi kita juga terlena dengan keanekaragaman tambang. Orang boleh berkata apa saja diangan-angan, tapi aku percaya generasi muda Indonesia bersinar bagai bintang. 

Tak perlu berputar haluan, engkau sudah berada di garis terdepan. Generasi muda perlahan sedang mempersiapkan bahan. Hingga saatnya nanti mereka akan memainkan peran. Jangan khawatir nak dukungan akan selalu datang. Karena Erlangga 62 tahun melayani ilmu pengetahuan.

Selamat ulang tahun Erlangga. Kami menitipkan generasi muda Indonesia dan buatlah kami bangga!