Minggu, 30 Agustus 2015

Masa Salah Orientasi


            Sepekan lalu kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa) yang kini sebutan itu sudah dirubah menjadi MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) telah sukses digelar diberbagai sekolah. MOS saat ini memang sudah tidak sesangar zaman dulu ketika banyak penugasan ekstrim yang memusingkan kepala dan menuntut ketahanan fisik yang super tinggi. MOS saat ini benar-benar diarahkan oleh para pejabat dunia pendidikan agar lebih humanis. Tentunya hal ini dikarenakan banyak ditemui korban berjatuhan dengan alasan mengikuti MOS yang terlewat ekstrim.
            Saya katakan MOS sekarang tidak sesangar dulu karena memang begitulah adanya terlihat untuk saat ini. Namun jika dikatakan MOS saat ini lebih humanis, saya kok masih tidak ikhlas bahkan cenderung masih berat hati untuk menyebut seperti itu. Kenapa? Ya ... coba saja tengok pelaksanaan MOS, pasti masih ada saja siswa baru yang mengenakan atribut tidak jelas juntrungannya. Rambut siswa perempuan masih ada yang harus diikat dengan pita warna-warni, topi dari kertas berbentuk kerucut atau segi lima seperti topi wisuda, papan nama dari kertas yang ukurannya sangat tidak proporsional misalnya 25x30 cm, lalu tas yang terbuat dari karung plastik (sak).
            Walaupun bentak-membentak dan perploncoan fisik kadarnya sudah berkurang, tetapi saya gagal paham dengan penugasan pengenaan atribut yang sedemikian rupa. Jika kemudian alasan yang digunakan sebagai jawaban adalah untuk melatih siswa baru berkreasi, taat pada peraturan dan tidak cengeng (artinya yakin dia mampu menemukan barang-barang yang ditugaskan walaupun barangnya susah didapat) saya rasa kok ya alasan tersebut terlalu dibuat-buat. Justru malah terlihat seakan-akan ada unsur ingin mengerjai para junior ini.
            Jika memang benar maksud yang ingin dituju seperti alasan di atas dan supaya terhindar jauh dari dugaan mengerjai, setidaknya buatlah penugasan yang wajar. Semua penugasan yang saya sebut di atas saya rasa korelasinya dengan berkreasi, menaati peraturan dan tidak cengeng sungguh amat kecil sekali dengan tujuan yang ingin dicapai. Perlu kita ketahui bahwa yang namanya perploncoan itu tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga ada lho yang namanya perploncoan psikis.
            Sungguh Dek, Abang merasa sedih melihat kalian memasuki gerbang itu dipagi hari dengan sekujur tubuh penuh dengan benda-benda aneh. Kalian harusnya melewati gerbang itu dengan perasaan bangga dan senyum diwajah karena telah berhasil memperjuangkan keinginan kalian untuk memasuki sekolah itu. Bukannya malah menjadi bahan lelucon bagi siapa saja yang melihat.
            Saya di sini tidak perlu menjabarkan bagaimana ramuan kegiatan yang bernilai positif untuk mengisi MOS, karena Ibu/Bapak guru telah mampu meramu kegiatan itu dengan baik. Misalnya saja saat ini sudah diisi materi tentang bagaimana cara belajar yang efektif, materi pengembangan diri melalui ekskul yang dimiliki sekolah, hingga pada pengenalan seluk beluk yang berkaitan dengan sekolah tersebut.
            Ya, seperti itulah seharusnya masa orientasi. Karena makna orientasi jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peninjauan untuk menentukan sikap. Jadi boleh saya katakan MOS adalah saat dimana siswa baru dibimbing mengenal segala sesuatu tentang kegiatan belajar di sekolah atau jenjang tersebut agar mereka dapat memahami dan selanjutnya beradaptasi dengan baik.
            Hanya saja yang perlu saya pesankan untuk Ibu/Bapak guru, mohon sudilah kiranya memantau kakak-kakak seniornya yang menjadi panitia. Bukan bermaksud su’udzan, tetapi mungkin karena usia kakak panitia yang juga masih belia jadi terkadang mereka belum mampu memaknai MOS ini dengan utuh seperti apa yang dilakukan Ibu/Bapak guru. Saya tidak menyebut ini terselip niatan mengerjai, tetapi tidak menutup kemungkinan kakak panitia salah meng-convert nilai karakter positif seperti taat peraturan, disiplin dan lain-lain menjadi penugasan atribut aneh seperti yang saya sebutkan di awal.
            Mengutip dari ucapan Ir. Soekarno presiden pertama RI “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan ku guncang dunia.” Dan sekarang dihadapan njenengan kakak panitia, sudah ada ratusan generasi muda. Ini kesempatan panjenengan untuk mengguncang dunia, dengan guncangan yang baik tentunya. Jangan dilupakan pula ada nilai pendidikan karakter cinta sesama teman, antara kakak kelas dan adik kelas. Percayalah yang demikian itu terlihat lebih harmonis ketimbang jengkel-jengkelan menyisakan dendam yang akan diluapkan besok ketika dapat giliran jadi panitia.
            Pendidikan itu idealnya dilakukan tanpa ada rasa tertekan, begitulah yang disebut dengan pendidikan yang humanis. Dan rasa-rasanya tidak pantas lah ... aset bangsa diperlakukan sekonyol itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar